Laman

Ikhsan Hargo Kusumo

Selasa, 07 Desember 2021

Nostalgia Bertemu Guru Kala Telah Menjadi Guru 
    Mungkin ada yang pernah bilang “kata adalah doa” saya sangat percaya itu sebab saya mengalaminya. Jadi kisah ini baru saja saya alami. Pengankatan PNS yang belum lama ini saya jalani adalah awal baru dalam sejarah kehidupan saya. Sumpah jabatan yang dilakukan virtual dan daring membuat keharuan semakin terasa lebih mendalam. Ketika sumpah itu sempat diulang beberapa kali membuat semua yang ada dalam kenangan seolah keluar dari dalam kepala. Sulit terbendung isak haru itu hanya mampu saya tahan dengan menutupi sebagian wajah saya menggunakan masker. Tampak keharuan ini hanya saya rasakan seorang diri, dimana teman-teman seangkatan lain yang berada dalam area yang sama tampak haha hihi dan seolah biasa saja, melihat hal itu tentu saya merasa mungkin ini hal teristimewa untuk saya, dan segala sesuatu menjadi istimewa buat saya ketika apa yang pernah saya bayangkan dapat terwujud. 

     Air mata bahagia yang keluar terlalu sering hadir menggantikan air mata duka. Kalau diingat kembali rasanya tidak percaya semua yang saya alami adalah buah dari semua apa yang pernah saya minta dalam doa. Baik itu terkata maupun di dalam hati. Sebagai contoh ketika saya baru lulus kuliah keguruan melihat alumni kakak angkatan mengenakan seragam pegawai dalam hati saya berkata “Ya Allah saya ingin bisa seperti dia mengabdi untuk negeri menjadi seorang guru”. Atau juga ketika SMA ada teman yang bertanya soal cita-cita saya pun menjawab dengan cukup detil “saya ingin menjadi guru kesenian,” dan itulah yang terjadi di kemudian hari seperti yang sekarang saya jalani dalam kehidupan saya. Tidak hanya itu saja banyak kata yang kemudian menjadi doa baik itu terucap maupun di dalam hati. Kalau dipikir banyak orang yang bercerita tentang hidupnya yang salah tempat. Semisal profesinya bukan bidangnya, tidak pernah bercita-cita menjadi profesi tertentu dan ditempatkan dalam profesi tertentu yang berbeda, atau juga hal-hal lain yang seolah tidak sesuai harapan atau tempat yang seharusnya mereka inginkan. Namun berbeda dengan saya. 

    Kalau saya mengulas kembali dalam kehidupan yang saya alami baik itu semenjak saya sudah dapat mengingat atau pun belum yang saya dapat cerita dari orang lain. Semua rangkaian kehidupan saya tak lepas dari Kehendak Allah SWT dan doa yang terkabul. Sebelum saya menjadi PNS saya pernah mengabdi sebagai guru honorer, diwaktu itu saya selalu berharap dapat diangkat dan Alhamdullilah saya dipercaya untuk menjadi seperti saat ini. Sebelum menjadi guru honorer saya pernah menjadi guru ekstra atau guru les disaat itu saya berdoa saya ingin menjadi guru yang mengabdi di sekolah. Sebelum menjadi guru les, guru honorer dan menjadi seperti sekarang saya pernah bekerja sebagai karyawan di 3 bidang pekerjaan yang telah saya lalui. Seperti karyawan warnet pada masanya, karyawan toko cake and bakery, dan karyawan donuts. 

    Dari beberapa profesi yang saya alami dalam doa saya tetaplah sama yakni menjadi seorang guru. Sampai saya masih ingat ketika saya berprofesi sebagai karyawan donuts ada salah seorang pelanggan yang berkata tanpa saya bercerita tentang apapun “mas tidak ingin mendaftar CPNS?.” “sudah pernah ikut mbak,” jawab saya santai. “dicoba lagi mas jangan patah semangat, saya loh berkali-kali mencoba, Alhamdullilah sekarang sudah PNS,” seraya tersenyum calm meneduhkan mbak pelanggan itu menguraikan kepada saya. “Tapi mbak apakah menjadi PNS itu benar ya harus nyogok?,” tanya saya lugu waktu itu. “Buktinya saya mas murni, yang penting kita ikhtiar dan diniatkan kalau menjadi PNS artinya kita mengabdi untuk negara, hidup kita sudah menjadi kepunyaan negara, dicoba saja, saya doakan semoga mas bisa menjadi seperti saya ya,” mbak itu pun mendoakan seraya mengepalkan tangannya mengajak bersemangat. Padahal saya belum pernah mengenal sebelumnya dengan mbak pelanggan ini saya baru bertemu sekali dan datang memberikan doa serta motivasi, ibarat bidadari yang turun dari surga menyampaikan harapan yang indah. 

    Dari sebelum saya begitu mengenal pelajaran agama tentang keajaiban doa, sejak kecil saya sudah sering berkomunikasi dengan Tuhan baik melalui hati maupun ucapan. Dari situ saya sudah percaya bahwa apa yang kita inginkan dapat terwujud jika kita meminta dan benar-benar membutuhkan. Itulah mengapa kata dapat menjadi doa baik terucap maupun di dalam hati. Ketika saya menjadi guru honorer kesempatan paling saya rindukan adalah waktu menyambut peserta didik berangkat sekolah lewat pintu masuk sekolah dan kita sebagai guru dan pegawai menyambut mereka dengan bersalaman, itulah momentum paling indah untuk berdoa buat saya. Mungkin ini rahasia saya yang saya ungkapkan di tulisan ini, sebelumnya saya belum bercerita kepada banyak orang. Inilah pengalaman terbaik yang terjadi dalam hidup saya percaya tidak percaya. Setiap bersalaman dengan mereka satu per satu anak selain memberikan senyum dan sapa, dalam hati saya berdoa “doakan saya ya bisa mendapatkan yang terbaik menjadi seorang guru,” kurang lebih demikian doa yang saya ucapkan dalam hati di setiap jabat tangan dengan peserta didik. Bahkan ketika tes CPNS setiap bertemu sesama peserta tes saya selalu mengajak untuk saling sama-sama mendoakan tentang apa yang terbaik. Saat itu bermacam-macam yang ditemui ada yang selalu membawa Al-Qur’an dan membacanya sepanjang waktu, ada yang bersaing, ada yang menceritakan perjalanan hidupnya hingga sampai pada tahap mengikuti tes CPNS ini, ada yang diantar keluarganya, ada yang dari luar kota, ada yang seperti saya juga sendirian dan mencari teman baru di lokasi tes. Banyak macamnya yang saya temui, dan menambah pengalaman pastinya. Setiap bertemu teman baru yang ada saling mendoakan dan menyemangati. 

    Sampai pada akhirnya doa itu menjadi kenyataan. Saya ditempatkan di MTs N 1 Yogyakarta menjadi CPNS guru seni budaya. Setelah setahun berjalan Alhamdullilah setelah mengikuti semua persyaratan akhirnya di angkat menjadi PNS. Dalam perjalanannya saya harus mencari jam tambahan di luar untuk memenuhi persyaratan menjadi PNS kebetulan saya kurang jam. Saya pun mencari kesana kemari dan tanpa diduga saya memperoleh lokasi yang tak jauh dari rumah jadi sekarang sampai saya menulis cerita ini saya bekerja di 3 lokasi yang berbeda yaitu MTs N 1 Yogyakarta sebagai satminkal atau tempat tugas induk, dan menyabang di MTs N 3 Sleman dan MTs N 10 Sleman. Lebih mengejutkannya lagi di kedua lokasi tempat saya bekerja tersebut yaitu di MTs N 3 Sleman dan MTs N 10 Sleman ini saya bertemu dengan guru-guru saya dulu. Sebuah keajaiban yang tidak terbayangkan. Tidak cukup satu guru yang saya temui tapi hampir lebih separuh guru saya dulu. Ada guru matematika 2 orang, guru IPA 2 orang, guru IPS 2 orang, guru BK 1 orang, dan pegawai TU 1 orang. Mereka adalah guru dan pegawai semasa saya sekolah, mereka terbagi di 2 lokasi tempat saya menyabang. Mereka masih tampak muda. Sempat di awal-awal kita harus mengingat ulang karena begitu banyak kenangan yang telah kita lalui sehingga sedikit lupa terutama nama, kalau wajah tidak bisa dilupa. Mereka tampak sumringah, gembira, antusias dengan kehadiran saya yang merupakan muridnya yang sekarang sama-sama menjadi guru. 

    Bagi saya mereka tetaplah guru saya sampai kapanpun dan menjadi apapun saya dikemudian hari. Padahal sebelumnya saya selalu berangan-angan ketika melewati depan sekolah diperjalanan saya berangkat kerja hati saya bicara “sekolahku dulu, bagaimana ya dengan guru-guruku di dalam sana,” sembari menatap gerbang sekolah sepintas dan sering karena sekolah itu menjadi jalur yang saya lewati setiap saya berangkat dan pulang kerja. Saya juga sempat bergumam “coba saya di tempatkan di sini (sekolah saya dulu), apakah saya akan bekerja dan bertemu dengan guru-guru saya ya?,” tanya saya waktu itu. Eh ternyata dari angan-angan dan prasangka kita itulah yang Allah wujudkan nyata. Percaya tidak percaya tapi nyata. Saya juga berkesempatan bertemu dengan salah satu guru IPS yang dulu mengajar ekonomi di kelas saya yang sekarang baru saja pensiun. 15 tahun kita tidak pernah bertemu dan ketika bertemu Bu guru tampak awet muda masih sama seperti dulu, mungkin itulah salah satu keberkahan seorang guru karena kesabaran dan konsistensinya dalam mendidik ia diberikan kecerahan berupa awet muda yang memang muncul dari dalam jiwanya. Kesempatan bertemu kembali ini ketika saya ikut dalam keperluan salah satu guru yang bekerja di sekolah almamater saya. Itulah kisah seru menjadi seorang guru dan bertemu dengan guru kita disaat kita telah menjadi guru yang akhirnya murid yang menjadi guru bertemu dan bekerja bersama gurunya yang akan tetap menjadi gurunya sepanjang zaman. Pengalaman indah ini pernah saya ceritakan kepada salah seorang guru yang baru saja pensiun dan ia berkata “tidak ada yang kebetulan, karena Allah lah yang mengatur segalanya.” 

    Saya pun pernah dibilang oleh seseorang ketika apa yang terjadi dalam hidup saya ini sudah direncanakan. Melalui tulisan ini saya ingin bilang kepada orang tersebut “tidak ada yang direncanakan, karena hanya Allah lah yang mampu merencanakan dan mengatur segalanya bukan manusia. Terimakasih guruku. Terimakasih Allah.


Minggu, 05 Juli 2020

Remaja Itu Saya Panggil Bu Tutik

Remaja Itu Saya Panggil Bu Tutik
Seperti sudah menjadi rutinitas saya di tempat dimana saya mengabdikan diri sebagai guru muda yang minim pengalaman soal waktu. Jam tiga saya selalu terbangun di indekos yang kecil dan berbagi kamar dengan teman sekamar. Indekos yang saya tempati ini adalah satu kamar bisa untuk berdua jadi lebih murah harganya, sebab harganya dibagi berdua. Saya satu-satunya penghuni indekos yang tua, sedangkan teman-teman indekos saya semuanya anak SMK dan SMA. Memang indekos ini adalah indekos pria khusus anak sekolah saja. Lalu bagaimana saya bisa tinggal di indekos ini, karena saya masih dianggap pantas dan diterima oleh Ibu indekosnya meski faktanya usia saya bisa dua kali lipat usia penghuni indekos di dalamnya. Ya, mengapa saya bisa indekos di tempat indekos anak sekolah, karena sebagai guru honor di daerah yang berbeda provinsi berjarak hampir 300 km dari rumah saya ini, tentu saya harus bertahan hidup dengan berhemat salah satunya tak perlu gengsi untuk sebuah tempat tinggal, selama kita tidak merugikan orang lain, selama itu halal, selama itu pula kita tidak perlu malu. Untuk mendapatkan indekos ini saya harus mengalami pindah indekos beberapa kali, dan secara kebetulan Allah selalu memberikan apa yang tepat buat kita dengan waktu dan kondisi yang pas, itulah mengapa saya selalu percaya bahwa indah itu datang tepat pada waktunya. Pertama pemilik indekos tidak menyangka bahwa saya adalah guru honorer, dia mengira saya anak SMA/SMK atau anak kuliah dan semacamnya. Ternyata saya dengan pemilik indekos sebaya, bahkan ibu indekosnya lebih muda usianya daripada saya. Alhamdullilah indekos ini dekat dengan tempat saya mengabdi.

Kebetulan indekos yang saya tempati ini berdekatan dengan SMA, SMK, Musala, dan tempat saya mengabdi sebagai guru honorer. Sebisa mungkin saya selalu menyempatkan subuhan di Musala depan indekos. Saya sekamar dengan anak SMK yang rajin ke Musala, mungkin karena ia lulusan pesantren, sehingga terbiasa. Saya juga terkadang menyempatkan diri membeli sarapan nasi lengko ciri khas makanan yang di jual di Brebes. Nasi lengko adalah nasi bungkus yang isinya nasi putih, irisan tempe goreng, tahu dadu goreng, timun, kecambah, sayur tempe yang dimasak menggunakan tauco, dan di taburi bawang goreng lalu diberi sambal plus kerupuk pasir. Jam tiga saya selalu mandi lebih awal, karena jika tidak maka harus mengantri dengan anak-anak kost yang lain. Lalu saya subuhan jam 4, setelah subuhan kalau sempat beli sarapan, dan saya pun berangkat dengan cukup jalan kaki.

Jarak indekos ke tempat saya mengabdi tidaklah jauh sekitar 2 km saja. Saya melewati makam pahlawan yang kebetulan nama makam tersebut adalah gabungan dari nama kedua adik saya di Yogyakarta “KusumaTama” Kusuma adalah nama adik pertama saya dan Tama adalah adik kedua saya. Seolah kemanapun kaki berpijak keluarga selalu ada dalam langkah dan doa kita. Setelah melewati makam pahlawan saya pun antri kejar-kejaran dengan si Ular besi. Ya, setiap hari saya harus melewati rel kereta api aktif, jadi kalau keduluan kereta lewat ya kita mengalah untuk bisa menyeberang jalan menuju ke tujuan. Suara ketipak pantofel di kaki saya seolah berderu apalagi kalau waktu sudah hampir menunjukkan jam masuk sekolah. Setelah melewati rel kereta api aktif saya juga harus menyeberang jalan raya Pantura, dimana jalan ini merupakan jalan utama yang menghubungkan Pulau Jawa. Otomatis kendaraan tak biasalah yang selalu saya temui, seperti tronton, bulldozer, mobil pembawa bulldozer, truk peti kemas, mobil pengangkut motor, mobil pengangkut mobil, truk-truk besar, yang jarang saya temui langsung di jalan rumah saya Yogyakarta. Kalau lewat seolah gempa bumi, tanah bergetar diiringi suara bising kendaraan tersebut. Sebuah pengalaman yang seru ketika itu. Sampailah saya di depan sekolah tempat saya mengabdikan diri sebagai guru honorer seni budaya di SMP N 1 Brebes. Sekolahnya tepat berada di depan Jalan Pantura, jadi setelah saya menyeberang Jalan Pantura langsung di hadapkan dengan pintu gerbang sekolah yang didesain mirip gapura bali, mudah sekali menemukannya seandainya kita ingin mencari lokasi tempat saya mengadu nasib ini.
Sampai di gerbang suara nyaring salah seorang murid heboh menyapa saya dari lantai atas tepat di sekitar depan kelasnya. “Pak Ikhsan….” teriaknya sekencang-kencangnya sampai guru dan murid lain merasa malu sendiri dibuatnya, sedangkan ia merasa biasa-biasa saja. Sebelum saya membalas sahutannya ia terus akan berteriak histeris seolah saya ini boy band korea yang lewat di bandara, sungguh pengalaman paling unik, asik, dan menarik yang pernah saya alami dalam hidup saya sepanjang saya pernah menjadi seorang guru. Saya pun cukup membalas sapaan itu dengan sebuah senyuman. Saya cari sumber suaranya lalu saya berbalik menyapanya dengan senyuman dan apabila ia melambaikan tangan saya pun membalas lambaiannya dengan senyum sumringah. Lalu setelah itu terkadang tidak cukup sampai di situ saja ia langsung bicara lantang menanyakan tugas atau menyampaikan tugas yang telah ia buat, seolah ia ingin menunjukkan hasil belajarnya secara terang-terangan di depan banyak orang baik itu guru, maupun murid-murid yang lain. Kalau sudah begitu maka saya pun harus membalas senyuman dengan lebih lama durasinya, sembari memberikan kode bahwa nanti bicaranya di kelas atau jangan jauh-jauhan dan nyaring suaranya, didengar yang lain, kurang nyaman. Kalau ingat polahnya sampai sekarang saya masih merasa tergelitik juga. Ada begitu, murid yang sesemangat dan seantusias itu terhadap pelajaran saya, saya merasa bahagia Allah telah memberikan murid yang punya semangat belajar yang luar biasa seperti itu, meski yang saya lakukan biasa-biasa saja.
Tidak hanya semangatnya saja yang besar, anak ini mempunyai jiwa kompetitif yang sportif, dia juga pantang menyerah. Saya pernah memberikan sayembara disetiap kelas yang saya ampu untuk bisa mengikuti lomba membuat poster dengan tema difabel ketika itu. Anak ini ikut dan saya kirimkan karyanya dia memperoleh juara 2 tingkat kabupaten. Ia juga selalu rajin dalam berkonsultasi, anaknya mungkin tampak berbeda dengan kebanyakan siswi lain namun apa yang saya lihat ia mempunyai mental yang baik.
Karena keunikannya ini terkadang teman-temannya kurang bisa menerimanya, bahkan guru-guru juga membicarakan tentang polah tingkahnya yang mungkin terlihat kurang sopan dan semacamnya, namun saya melihat anak ini justru memiki sopan yang natural hanya gayanya saja seolah bicaranya nyaring, suka ke sana kemari. Tapi kalau dilihat aslinya, dia anak yang rajin berangkat selalu ingin duluan nomor satu, bahkan tak jarang saya selalu berpapasan ketika berangkat karena kita sama-sama paling pagi di sekolah. Busananya juga rapi, sopan, tertutup kerudungnya, bersih, suka membantu guru membawakan perlengkapan mengajar, suka menawarkan diri untuk dengan rela menghapus papan tulis, mengisi tinta spidol, dan semacamnya. Bahkan ketika diberikan kesempatan bertanya atau mengemukakan pendapat pasti ia selalu aktif tidak pernah tidak, walau entah apa yang ia tanyakan dan sampaikan, ia tetap tampil percaya diri. Saya melihat potensi di dalam diri anak ini. Karena sangat terlihat di dalam keterbatasannya ia selalu menantang dirinya sendiri bahwa ia harus bisa. Ia anak yang gigih, di dalam dirinya ada semangat yang positif. Meski dibalut dengan penampakan luar yang unik kalau saya sebut, dimana guru-guru lain dan teman-temannya menyebut kurang sopan, agak lebih aktif dari kebanyakan anak yang lain pada umumnya, namun ia tetap membuktikan melalui prestasi dan sikapnya yang selalu baik bahkan lebih.
Menemukan anak seperti ini adalah berkah kita sebagai guru, anak model seperti inilah yang seharusnya kita berikan motivasi dan arahan agar semangatnya tetap membara dan sikapnya terarah sesuai potensi yang ada di dalam dirinya. Saya sering memanfaatkan potensi anak seperti ini untuk menjadikannya leader atau pemimpin. Ia memiliki kepercayaan diri, pantang menyerah dan suka menolong inilah potensi dan bakat yang perlu kita kembangkan. Pertama saya memberikan tanggungjawab kepada anak ini untuk menjadi leader di pembelajaran saya, kalau dia mampu dan berusaha untuk memaksimalkan potensi-potensi rasa tanggungjawab dan kedisiplinannya, maka saya angkat ia menjadi “asisten’’. Terbukti dari tantangan-tantangan yang saya berikan ia menunjukkan progres signifikan, itulah bakatnya.
Memang ketika saya tanya tentang impian dan cita-citanya ia sudah mempunyai impian yang cukup jelas dibandingkan kawan-kawannya yang lain. Ketika saya tanya ‘’Bu Tutik, cita-cita Bu Tutik ingin menjadi apa?’’. “Saya ingin menjadi Polwan Pak”, jawabnya dengan lugu ala-ala Bu Tutik saya menyebutnya. Nama sebenarnya adalah Hesti, lalu mengapa saya memanggilanya Bu Tutik, karena saya menjadikannya guru di hadapan teman-temannya untuk dia jadikan ajang dalam mengekspresikan diri, supaya dia juga memiliki wadah sekaligus dapat merasakan bagaimana menjadi seorang guru dan mengajar di hadapan teman-temannya, yang artinya dia harus mampu memimpin, tentu dalam kontrol dan pengawasan yang saya selalu pantau. Saya juga sering mengingatkan Bu Tutik ini. Saya bilang “apalagi cita-cita Bu Tutik adalah menjadi seorang Polwan, itu artinya Bu Tutik harus bisa mengendalikan keributan atau mengatasi masalah jika ada penjahat, nah sama di kelas ini Bu Tutik bisa belajar untuk dapat mengatur kelas agar kondusif”. Jadi ketika kelas terasa membosankan, kurang kondusif, dan melelahkan di kelas, maka Bu Tutiklah yang saya daulat untuk bisa mengontrol kelas kembali kondusif dan nyaman kembali. Bu Tutik memiliki suara yang nyaring dan lantang, ia juga berani inilah senjatanya dalam mengontrol kelas, tak ada yang mampu menandingi nyaringnya suara Bu Tutik. Bu Tutik selalu berhasil membuktikan ditangannya kelas dapat terkendali dan pembelajaran menjadi lancar.
Selain di dalam kelasnya ia juga saya percaya menjadi “asisten” untuk memimpin kelompok belajar di luar sekolah seperti event yang pernah kita lalui pada tahun 2018 dalam menyambut ASIAN GAMES di suatu perkampungan di Brebes yang di selenggarakan oleh Polres Brebes. Dalam acara tersebut sekolah mendapat jatah untuk turut serta dalam melukis dinding atau seni grafiti. Sekolah mengutus 10 anak terpilih termasuk Bu Tutik saya ajak untuk membantu memimpin teman-temannya. Terbukti para polisi yang mengajak kita merasa senang karena siswa-siswi yang mewakili sekolah kita yang terdiri dari 10 anak ini berkelakuan dengan sangat kooperatif dan disiplin.
Sistem leader yang saya terapkan ini tidak hanya berlaku kepada Hesti alias Bu Tutik dan kelasnya saja, namun setiap kelas selalu ada leader-leader lain yang saya angkat untuk pembelajaran saya, jadi belum tentu ketua kelas yang saya jadikan leader, tapi orang yang menurut saya memiliki jiwa leaderlah yang saya pilih. Mungkin karena Bu Tutik yang cukup berhasil dan profesionallah maka yang saya angkat dalam cerita ini.

Bu Tutik juga berhasil menjadi aktivis OSIS, sekarang dia juga lulus dengan nilai yang memuaskan dan keterima di SMA yang ia idamkan. Semoga Bu Tutik tetap menjadi anak solehah, berbudi pekerti luhur, dan semangat berjuang hidup. Tulisan ini pun saya tulis atas ijin dari Bu Tutik, jadi semua sudah dikomunikasikan bahwa namanya dan kisahnya saya pakai untuk menginspirasi yang lain.
Ada guru yang pernah menasehati saya,”janganlah kita terlalu dekat dengan murid, jangan pernah jadikan ia teman karena nanti ia akan tidak menghargai kita sebagai guru, kita tetap ada batasnya”. Saya pun punya prinsip saya sendiri dengan saya mengalami sendiri justru jadikanlah murid kita teman, batasan itu akan mereka sadari dengan bagaimana perlakuan kita, teladan kita, bukan cara kita menganggap mereka. Tanpa dinafikan kita juga banyak belajar dari mereka. Kita pernah menjadi seorang murid, coba guru yang seperti apa yang akan mengenang jasanya, ilmunya, ya guru yang dekat dengan kita. Tidak perlu kita harus menunjukkan secara gamblang bahwa kita guru yang harus dihormati lalu kita membuat batas. Mereka akan memahami, karena mereka juga tahu kita adalah guru. Mereka akan menghormati kita karena teladan kita, bukan dari image yang kita bentuk.
Itulah pengalaman saya selama mengabdi menjadi guru honorer di SMP N 1 Brebes, saya memang terpanggil ingin mengajar maka saya berjuang, mereka adalah penerus kita, mereka adalah tabungan amal kita. Itu lebih bernilai dari harta. Itulah motivasi saya dalam menjadi seorang guru. Saya bahagia menjadi guru, semoga tetap amanah sampai dipanggil Yang Kuasa. Aamiin.

Rabu, 26 Februari 2020

Pelatihan Jurnalistik Yang Unik di Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY



Ruangan yang luas terlihat menyempit diakibatkan peserta Pelatihan Jurnalistik yang diselenggarakan Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY diserbu peminat calon-calon jurnalis masa depan. Peserta adalah guru-guru Madrasah di Daerah Istimewa Yogyakarta dari berbagai Kabupaten. Pelatihan dimulai jam 08.30 WIB, Kamis (27/02/2020). 

Acara semakin hangat ketika pembicara menceritakan pengalamannya menjadi seorang jurnalis. Cara penyampaian seorang pembicara, Bramma Aji Putra membuat acara terasa menyenangkan. Materi yang biasanya terasa biasa atau malah menjemukan, disampaikan bap sebutan akronimnya, menjadi asik. Di sela-sela materi slide bap mengisahkan beberapa pengalamannya yang dramatis namun nyata. Salah satu kisahnya mengenai pengalaman Jurnalistiknya di Arab waktu musim haji.

Rabu, 30 Oktober 2019

Pelajaran Kesukaanku

Alhamdullilah ini postingan saya pertama di tahun 2019. Kali ini mungkin yang ingin saya tulis hanyalah sebuah celoteh, untuk belajar lagi menulis dengan hal-hal ringan sehari-hari.
Setelah saya menjadi seorang pekerja mengajar di sekolah saya teringat sejarah waktu saya pernah sekolah dulu, itu adalah soal Pelajaran. 
Ngomongin Pelajaran, Pelajaran apakah yang saya sukai, adalah Pelajaran Bahasa, karena buat saya mempelajari bahasa otomastis mempelajari seni dan belajar seni justru otomatis banyak belajar teknik. Belajar Bahasa kita menghapal makna, cara bertutur, dan bagian kharakter manusia.
Belajar Bahasa otomastis belajar budaya seperti pada cerita blog saya sebelumnya yang berjudul "Kembali Muda Kembali" di situ saya berkesempatan untuk belajar Bahasa Jepang dan di situ saya banyak belajar seru dari Sensei meski hanya 6 bulan namun berkesan hingga kini.

Sabtu, 17 Maret 2018

MANUSIA IBLIS


MANUSIA IBLIS
(DEWASA)

Bicara soal manusia, dia adalah kita yang konon diberikan keistimewaan tersendiri dibandingkan makhluk lain ciptaan Tuhan. Keistimewaan itu berupa akal, katanya, faktanya?. Bahkan dikisahkan ada salah satu jenis makhluk Tuhan yang tidak terima mengapa ‘’manusia’’ lebih ditinggikan derajatnya oleh Tuhan di bandingkan makhluk lainnya, dan dia adalah iblis. Iblis membuat kesepakatan kepada Tuhan untuk senantiasa menjerumuskan manusia.

Manusia selalu tertipu daya oleh iblis, tidak hanya melalui bisikan, tapi bahkan turut mengalir di aliran darah, di saraf, di pernafasan ia masuk melalui seluruh elemen yang ada di dalam tubuh manusia. Bahkan fatalnya yang konon otak yang digunakan manusia untuk berfikir dan di situlah akal berada -dan akal merupakan keistimewaan manusia yang diberikan Tuhan, sehingga manusia menjadi istimewa- iblis mampu masuk di dalam akal manusia.

Iblis tidak hanya menjerumuskan manusia dewasa, ia berkemampuan untuk menggoda seluruh jenis, usia, latar belakang manusia, tak terkeculai seorang guru, seorang murid di lembaga pendidikan, yang notabene lembaga ini adalah lembaga penangkis iblis. Dimana di dalamnya terkandung pendidikan agama, kharakter, budi pekerti agar kita jangan berbuat seperti iblis.

Iblis sudah terlalu dalam dan pesat mengikuti perkembangan zaman peradaban manusia, ia termoderenisasi, ter up to date, dan seiring-sejalan dengan kemajuan manusia itu sendiri. Ia menjangkiti manusia dari pelosok hingga perkotaan. Manusia yang lalai dan tak menyadari jika ia hanya terjerumus, oleh rayuan, dan hipnotis iblis. Bak zombi mereka yang terpedaya hidup hanya dalam kendali iblis, ia dibutakan oleh harta, tahta, sex, dan obat-obatan/minuman terlarang atau khamr. Pikiran mereka dikotori oleh prasangka buruk. Hati mereka dipenuhi dengki, ria’, congkak, dendam, dan cinta dunia.

Maka yang demikian itu tak ubahnya kita sebut dengan "Manusia Iblis"

Seperti biasa karena ini blog pribadi saya otomatis bercerita mengenai pengalaman saya, seperti biasa pula saya tak memberi garansi bahwa tulisan saya ini layak atau tidak. Saya sekarang adalah seorang guru tentu yang akan saya urai berkaitan tentang dunia yang sekarang saya jalani. Kembali ke tema tulisan saya di awal. Saya mendapati beberapa manusia terpedaya iblis, atau bisa kita sebut saja ‘’Manusia Iblis’’.

Tak disangka peserta didik yang notabene seorang murid yang masih usia SMP ia pun tak luput dari tipu daya iblis. Ketika ujian berlangsung saya sempat beberapakali berdebat halus mengenai pemahaman ujian, dimana ujian yang baik adalah ketika kita belajar sebelum ujian untuk mempersiapkan diri agar hasil nilai ujian baik, tidak menyontek, di kerjakan dengan jujur. Dengan bangga sang anak bilang, ‘’yang dinilai oleh guru, dan masyarakat itu kan yang penting nilai pak bukan kejujuran’’. Saya pun berusaha menimpali,’’tapi yang dinilai ketika kita menjadi orang itu keahlian kita, kemampuan kita, dan kharakter kita’’. Dengan entengnya dia pun bilang lagi ’’tapi tetap yang dilihat hasil akhirnya nilai pak’’. Saya diam dan saya pun terpedaya iblis, dalam hati saya bilang,’’DASAR IBLIS!!!’’, lalu saya istiqfar.

Lalu guru dan staf juga tak luput dari iblis dan menjadi manusia iblis. Sejatinya sebuah institusi yang di dalamnya terdiri dari berbagai elemen kita harus saling asih, asuh, dan tenggangrasa dan itu tak sebatas semboyan. Ketika itu hanya dijadikan sebuah informasi semata bukan dipahami dan dilakukan nyata dari hati, itulah yang disebut dengan ‘’OMDO’’, omong doank, meski gak serta merta lalu kemudian tak ada tenggangrasa, asih, asuh samasekali juga. Itu masih ada. Suatu ketika saya memperhatikan ada sekelompok orang berkumpul dan tampak mereka terbahak-bahak, lalu saya mendekati kelompok orang ini, tak terduga ternyata mereka menertawakan orang lain atau sesuatu misal menyebutkan makanan dengan nama-nama kotor, menghina bahasa yang menurut mereka lucu, dan saya merasa ini gak seru, sama sekali gak lucu. Saya berusaha beradaptasi dengan mereka saya berusaha mengimbangi pembicaraan mereka yang pada akhirnya saya pun terjerumus iblis atas dasar tenggangrasa iblis pandai membisikan sesuatu terhadap kita dan menularkan penyakit neraka kepada kita. Pertama-tama saya pun berusaha turut tertawa atas apa yang mereka tertawakan, yakni dengan cara menghina, dan merendahkan orang lain atau sesuatu dengan embel-embel ‘’ini bercanda loh ya’’. Pada akhirnya saya menyadari ternyata gaya mereka yang menurut mereka jujur itu adalah dengan merendahkan dan mencemooh orang lain atau sesuatu. Saya kena cemoohan mereka pada akhirnya, mereka mengkritik gaya berjalan saya yang seperti kakek-kakek, dan mereka memberi anjuran supaya saya mengangkat 6 kursi sembari naik turun tangga, lalu mereka terbahak-bahak dan saya melihat mereka persis seperti iblis. Kemudian dikala saya mengerjakan sesuatu mereka tampak perhatian dengan memberikan saya makanan, lalu ada salah seorang bilang, istirahat dulu, makan dulu nanti tari kecak dengan nyinyir ia mencemooh penyakit saya. Dan masih banyak lagi gaya-gaya iblis yang berkedok bercanda, dan ciri khasnya selalu diiringi tawa yang terbahak-bahak atau senyum nyinyir. Mereka selalu berkilah,’’kalau di sini orang-orangnya memang begitu bercandanya apa adanya, gak kayak orang jogja kalem-kalem tapi di pendam’’. Dalam hati saya bilang ’’gak semua juga, kamu aja suka ngajak teman, DASAR MANUSIA IBLIS!!!’’.

Suka mengkritik tanpa membangun alias ‘’kritik tak membangun’’. Ketika ada orang memberikan anjuran yang baik manusia iblis hadir di belakang dengan cara bergumam, dan bibirnya tidak bisa diam selalu mengritik segala perkataan seseorang yang sedang mengemukaan gagasan, bahkan segala tindak-tanduk dikritik dari ujung bumi sampai ujung angkasa, intinya semuanya salah, semuanya keliru, harusnya begini-begitu tapi Cuma bicara di belakang sembari mengajak kawan supaya ikut menjadi koloninya untuk menjadi manusia iblis.

‘’Tulung Pentung’’. Menawarkan surga dan memberikan neraka kemudian. Berkedok urusan pekerjaan, selalu datang untuk mengajak mengerjakan sesuatu alasannya kepentingan sekolah. Pada kenyataannya mengerjakan di luar pekerjaan sekolah dan membabukan manusia, padahal sesama manusia. Dengan menjaga image alasannya seorang yang penting menurut dia pribadi, ia hadir untuk mengerjakan sesuatu, membantu dia. Alasannya ‘’jenengan masih sendiri, masih bujang, kalau yang lain kan sudah berkeluarga’’. Dalam hati saya, ‘’DASAR IBLIS!!!’’ bukan lagi manusia iblis tapi iblis sejati.

Ketika kita mengerjakan sesuatu yang positif dan kita berusaha sebaik mungkin, iblis ini hadir, ia bilang ‘’ganing kayak kue’’ yang artinya ‘’kok seperti itu’’. Gak ada benernya dimata iblis. Ujung-ujungnya ketahuan dia menghina, mengkritisi karena dia ingin.

Berprasangka buruk tiada henti, segala tindak tanduk kita di perhatikan dengan seksama, lalu ditebak-tebak,’’kamu kenapa?, kamu di suruh ini ya, itu ya?, mereka sering membicarakan saya ya?, siapa bosnya, ayo gak apa-apa bilang aja?, kamu gak sakit hati kan dengan perlakukan atau candaan saya?, bla, bla, bla. Dalam hati saya,’’,’’iblis, iblis, kekhawatiran kamu itu harusnya kamu pakai untuk diri kamu sendiri’’.

Memecah belah dengan membuat kelompok-kelompok, dengan cara mengadu domba memfitnah orang lain dengan sebutan,’’gap-gapan’’.

Dan lain sebagainya. Semoga kita selalu diberi kesadaran utuh, dan ketika iblis hadir kita mampu menangkis, dan membuat kekuatan manusia yang tangguh dengan memupuk ilmu, dan ibadah karena Alloh SWT. Aamiin.

Kuncinya adalah iblis itu takut akan cermin, maka bercerminlah akan segala perbuatan kita, ketimbang sibuk menyalahkan dan mencari teman sebanyak-banyaknya untuk mendukung keiblisan kita. Mari kita lawan iblis meski ia sudah bersumpah untuk menghancurkan kita. Jangan relakan kemanusiaan kita di gantikan menjadi MANUSIA IBLIS, dan bahkan menjadi IBLIS seutuhnya, di jamin kita meyesal. Dan rayuan iblis lebih gombal, lebih sesat!!!.

Sekian, salam cermin (intropeksi)

Selasa, 24 Oktober 2017

A NEW ALIEN PLACE FILLED WITH SOMETHING NEW AND DIFFERENT


Terdampar di Kota Telur Asin dan Bawang Merah

Masih melekat di ingatan tertanggal 17 Juli 2017 adalah awal cerita saya berada di kota yang sudah tidak asing -terkenal- akan telur asin dan bawang merahnya. Dengan segala kesombongan saya, saya berusaha memepertahankan prinsip saya, harus hati-hati di tempat asing ini, itu saya pegang dengan kuatnya. Namun sedari awal saya sudah merasakan semenjak dari stasiun yogyakarta menuju daerah ini, ada perasaan yang seperti bersahabat, ibarat bertemu dengan keluarga cemara. Decak perasaan ceria, lucu, unik semua bercampur manis dalam balutan senyum seringai saya. Meski saya pernah mempunyai kawan dengan logat beraneka rupa termasuk ngapak, namun terjun langsung di tempat aslinya serasa bagaikan pemandangan baru yang menggelitik hati. Sampai di stasiun purwokerto sudah terasa betapa mereka mempunyai ciri khas budaya sendiri meski kita serumpun se pulau.

Ketika itu saya belum tahu alur jalur kereta menuju tempat ini, saya kira kabupaten ini lokasinya berdekatan ternyata antar kecamatan jaraknya hampir sama seperti jarak antar kabupaten di yogyakarta. Pada saat itu saya turun dari stasiun Bumiayu tempat sahabat saya yang pernah hilang yang saya ceritakan di blog ini beberapa tahun yang lalu. Saya sempat tinggal sebentar di tempatnya dan benar dia sudah memiliki hidup yang jauh berbeda ketimbang saya, dia sudah berumah tangga, menjadi seorang guru dan memiliki putri yang cantik dan sangat ia sayangi. Berkat sahabat saya inilah saya mendapatkan informasi mengenai lowongan di sekolah yang akan menjadi tempat saya berlabuh untuk mengabdi sebagai seorang guru.

Hari dimana saya masuk pertama di sekolah ini sambutan ramah dari salah seorang guru  membuat saya yakin untuk memutuskan sekolah ini adalah tempat yang tepat. Benar saja beberapa hari saya mulai berkegiatan di sekolah ini saya menemukan orang-orang dengan pribadi yang penuh sambutan, ramah tamah dan kekeluargaan. Walaupun tak luput sempat ada cerita mengenai orang yang kurang begitu menghargai saya dengan memperlakukan saya dengan penuh kemunafikan, tapi itu berlangsung hanya sebagai selingan dan sudah lepas dari belenggu itu.  

Di sekolah ini saya menemukan orang muda yang berdedikasi, dan mengabdi seperti saya-tapi mereka justru lebih muda usianya daripada saya- dengan penuh ketulusan, kejujuran, dan keikhlasan. Dari hal tersebut saya merasa salut terhadap mereka. Mereka menyambut saya sebagai bagian dari mereka, saya adalah orang asing yang terasing yang selalu menyebut kata “yogyakarta” dalam membandingkan budaya di tempat ini yang barangkali menyinggung mereka tanpa disadari, ternyata saya menyadari secara tak sengaja terkadang kita selalu membawa nama latar belakang kita kemana-mana, itulah mengapa ada pepatah yang mengatakan “dimana kaki berpijak di situ lagit di jinjing” supaya kita tak terlalu membawa-bawa asal kita.

Pengalaman mengajar saya sebagai seorang guru adalah di saat PPL dan mengajar ekstra saja untuk menjadi guru yang benar-benar seorang guru baru kali ini. Rasa syukur tentu seharusnya saya ucapkan kepada Sang Maha Pencipta, karena kesempatan inilah yang pernah saya idamkan.

Wajah-wajah baru, senyum-senyum baru, lesung pipit, bahasa, logat, nada bicara yang indah. Murid-murid yang lugu, yang berjuang, yang belajar. Makanan yang enak di lidah. Terimakasih kawan-kawan baru, teman-teman kecil, Brebes. Semoga kita mengukir kenangan yang manis, yang bermanfaat, yang baik dan happy ending. Aamiiin


SELAMAT DATANG, TERIMAKASIH ATAS PENERIMAAN, SAMBUTAN DAN MENJADIKAN SAYA MENJADI SALAH SATU BAGIAN DIANTARA KALIAN.






JAM BERAPA?