REINKARNASI?...
(untuk
dewasa)
Kita pernah
mendengar istilah reinkarnasi?, ya pastilah kita pernah. Reinkarnasi adalah
hidupnya kembali seseorang, atau kisah yang dulunya pernah hidup atau terjadi
dimasa lampau lahir kembali atau juga bisa sebuah siklus yang memutar dan
semacamnya. Mungkin ada kepercayaan tertentu yang meyakini faham reinkarnasi
ini, kebetulan saya penganut agama ISLAM otomatis saya punya keyakinan sendiri
sesuai agama yang diajarkan oleh agama saya. Bahkan ada penelitian mengenai
reinkarnasi oleh para ahli, dan tentu masih ada pro kontra didalamnya. Belum
lagi banyak pengakuan-pengakuan mengenai reinkarnasi ini. Seperti pernah
bermimpi, de javu dan semacamnya. Unik sekali jika membicarakan tentang
reinkarnasi, karena didalamnya terdapat imajinasi dan suatu daya hayal yang
mengotak-atik fikiran dan perasaan kita untuk membayangkannya.
Seperti biasanya
dalam blog saya tentu saya menceritakan kisah nyata dari kehidupan saya sendiri
bukan orang lain, jadi saya akan sedikit saja menceritakan kisah nyata yang
hampir mirip dengan reinkarnasi. Percaya atau tidak cerita yang mirip
reinkarnasi ini terjadi belum lama dalam kehidupan keluarga saya. Pada awalnya
saya tidak mengerti kenapa hal seperti ini terjadi dan saya ikut mengalami
kejadian ini, namun ini bukanlah kisah reinkarnasi yang baik.
Sebut saja “x”
adalah saudara saya, kenapa hanya inisial samaran karena ini aib jadi cukup
untuk pembelajaran saja. Saya juga tidak ingin menyinggung atau justru salah
jika terlalu fulgar menceritakannya dengan gamblang. “x” mengabarkan kepada
saya, bahwa ia akan segera melangsungkan pernikahan, saya pun cukup terkejut
tapi terkejut yang senang pada awalnya karena saudara saya akan menikah, dan
menikah adalah ibadah. Keterkejutan saya akhirnya berubah, yang awalnya ikut
merasa bahagia karena saudara kita ada yang sudah mendapat pasangan hidup untuk
membina dan beribadah atas rumah tangga yang berasaskan cinta suci didalamnya.
Tapi ternyata keluguan saya keliru ia menikah disebabkan kecelakaan, ya tau
sendiri maksudnya. Karena pernikahan mereka dipaksakan hanya untuk menutup aib
tentu saja pada akhirnya banyak yang membicarakannya, dan juga pada akhirnya
juga hubungan mereka tidak harmonis.
Selang beberapa
waktu yang tidak begitu lama, tiba-tiba sebut saja “y” adik dari saudara saya
yang menikah diawal mengikuti jejak kakaknya, kasusnya sama karena kecelakaan
sehingga harus dinikahkan, lebih parahnya kabarnya diketahui terlambat setelah
hamil besar dan mereka bertemu melalui facebook. Betapa terenyuhnya hati saya.
Perasaan malu, dan bingung campur baur untuk mendefinisikannya.
Mungkin yang
menjalani biasa-biasa saja, atau berusaha membiasakan diri mereka. Namun yang
tau bahwa itu melanggar agama dan norma pastilah hati siapa yang tidak
terpukul, apalagi masih sedarah meski tidak sekandung (semoga tidak terjadi
dalam keluarga kami sekandung)
Kejadian itu pun
terjadi pada saudara-saudara sedarah yang lain yang tinggal dalam satu kampung
dengan saya, seolah mereka serempak janjian karena kejadiannya hampir bersamaan
semua tidak tanggung-tanggung dalam satu tahun terjadi 6 kasus yang sama dan
kebetulan masih sedarah.
Saya mendengar hal
semacam ini kepala saya rasanya seperti berat, penat dan muak, karena mereka
yang saya fikir dapat menjadi teladan yang ideal, yang terlihat ramah, peduli,
ternyata hal seperti ini merobek makna itu semua. Apalagi saya juga sedarah
meski tak sekandung, apa kata orang yang masih kuat memiliki faham bahwa tidak
hanya penyakit bawaan yang bisa diturunkan, namun juga perbuatan negatif. Seperti
istilah nila setitik rusak susu sebelanga.
Seolah membuka
hal-hal yang dulunya saya tidak begitu faham. Dulu saya pernah mengikuti jejak
ayah kandung saya di pulau borneo nun jauh dan terbentang jarak samudra dari Jogja,
yang menjanjikan untuk bertanggung jawab menafkahi dan menyekolahkan saya
ketika itu, dan setiap kali saya pulang sekolah atau habis melakukan aktivitas
yang positif seperti mabit (malam bina iman dan taqwa), kerja kelompok belajar
sekolah yang pulang hingga larut malam, atau main ditempat tetangga untuk
saling bersilahturahmi juga mengenal, tiba-tiba segala sumpah serapah yang saya
sendiri tidak tau masalahnya dimana keluar dari mulut-mulut mereka. Dan kini
saya baru sadar ternyata mereka menilai saya serendah perbuatan mereka. Seolah
mereka menilai semua orang seperti mereka. Untung dan saya bersyukur saya sekarang
tidak lagi dekat dan hidup dengan mereka juga dihindarkan dari hal-hal yang
tidak membaikkan saya. Disinilah kita patut berbangga hati karena kita berusaha
keras terhindar dari larangan dan penyimpangan moral, bukan justru bangga
karena bisa menghakimi orang lain sedang ia yang menghakimi tersebutlah yang
perlu dihakimi, karena perbuatan bejat dan bobrok. Astagfirullohalazdim, semoga
dijauhkan dari segala perkara yang negatif dari hidup ini. Amin
Nah, lalu dimana
letak reinkarnasinya? Disinilah kita mulai. Setelah masalah-masalah yang
sebenarnya tidak baik jika dibahas karena sebenarnya otomatis saya juga telah
menyibak aib dan justru mungkin orang akan menilai buruk terhadap saya. Tapi
saya berusaha menarik kesimpulan yang semoga bisa menjadi pembelajaran untuk
hidup yang lebih baik.
Setelah kejadian
tersebut saya berdialog dan menanyakan banyak hal kepada orang tua saya
khususnya dari pihak keluarga mama saya. Banyak sejarah keluarga yang saya tidak
tau sebelumnya jadi tau setelah banyak berbincang kepada keluarga mama saya
yang tidak terkenal akan kasus dan skandal ini.
Mau percaya, atau
tidak tapi inilah faktanya, memang dulu sejak nenek buyut saya khususnya dari
sisi bapak kandung saya, terjadi kasus yang sama yaitu hidup bersama dengan
cara yang tidak dibenarkan secara norma, atau agama. Ada yang maaf menghamili
atau hamil diluar nikah, ada yang mengambil suami orang, ada yang mencuri dan
masih banyak cerita-cerita bejat yang tidak pantas untuk diuraikan. Intinya dan
anehnya ini berlangsung sejak dulu kala dan diulangi lagi oleh keturunan
berikutnya, entah mereka sadar atau tidak tapi itulah yang terjadi.
Sampai saya
berfikir mungkinkah itu disebabkan keturunan? Jadi sikap perbuatan yang negatif
itu dapat diwariskan, tidak habis-habisbya saya berfikir. Ataukah ini ada
kaitannya dengan darah, dengan hormon atau gen seperti penyakit bawaan atau
keturunan? Tapi bukankah kita tidak hanya semata-mata menyalahkan keturunan
saja, bukankah tingkah laku, tabiat dan perbuatan itu dapat dibentuk? Lalu apa
gunanya pendidikan?
Masih mulia mereka
yang dihina perawan tua atau bujang lapuk dan semacamnya tapi ia tetap menjaga
makna apa yang disebut cinta suci.
Ingat kita ini
manusia berakal, berhati nurani. Kalaupun kita tidak memiliki keyakinan,
berfikirlah tentang generasi sesudah kita. Apa yang kita perbuat sekarang
berdampak kepada generasi selanjutnya. Janganlah berpedoman hidup ini hanya
untuk kita sendiri, tapi sayangilah calon-calon kehidupan setelah kita agar
mereka kelak lebih baik dan hidup baik, damai, tenteram setelah kita. Karena
tidak ada yang mampu mengalahkan musuh kita yaitu “syetan” kecuali kebaikan dan
AGAMA.
Hal yang dapat saya
petik dari kisah hidup saya ini adalah, kita memang perlu mengetahui asal-usul
kita di dalam keluarga. Kita perlu mengetahui sejarah keluarga kita. Siapa
nenek buyut kita, siapa orang tua kita. Dan kita juga harus kritis bertanya
bagaimana kehidupan mereka dari yang baik hingga hal-hal yang dirasa perlu
untuk diketahui supaya kita generasi berikutnya jangan sampai mengulang hal
yang negatif yang pernah dilakukan orang tua kita baik nenek atau pun saudara
kita yang lain. Kita harus memahami bahwa kita dapat belajar dari pengalaman
mereka, mengambil yang baik untuk pegangan dan prinsip dan berusaha menghindari
yang negatif untuk kita jauhi.
Kita memang jangan
terlalu memarginalkan mereka yang terlanjur membuat kesalahan, karena pastilah
lingkungan sudah cukup memarginalkan mereka. Hanya saja kita jangan mendukung
perbuatan negatif mereka, kita tetap memberi pengaruh positif selama mereka
menyadari dan bertobat. Jangan menghakimi tapi perlulah kita juga berjaga-jaga
untuk kebaikan hidup kita. Inilah perlu adanya prinsip yang tegas bahwa
perbuatan yang melanggar agama harus kita jauhi dan hindari sepenuhnya, tidak
ada toleransi dan atau keringanan didalamnya.
Semoga kita jangan
merasa bangga dengan kesalahan kita dengan alasan takdir, zaman, trend, dan semoga kita tidak menghakimi
orang yang sebenarnya bukan kita yang pantas melakukannya, karena yang pantas menghakimi
adalah Tuhan semata.
Segala sesuatu
letaknya ada di hati tanyakanlah hati nurani. Dan seringlah untuk berdialog
dengan keluarga untuk belajar mengenai hidup, mengenai agama, lalu setelah itu
pahamilah. terimakasih