Laman

Ikhsan Hargo Kusumo

Selasa, 07 Desember 2021

Nostalgia Bertemu Guru Kala Telah Menjadi Guru 
    Mungkin ada yang pernah bilang “kata adalah doa” saya sangat percaya itu sebab saya mengalaminya. Jadi kisah ini baru saja saya alami. Pengankatan PNS yang belum lama ini saya jalani adalah awal baru dalam sejarah kehidupan saya. Sumpah jabatan yang dilakukan virtual dan daring membuat keharuan semakin terasa lebih mendalam. Ketika sumpah itu sempat diulang beberapa kali membuat semua yang ada dalam kenangan seolah keluar dari dalam kepala. Sulit terbendung isak haru itu hanya mampu saya tahan dengan menutupi sebagian wajah saya menggunakan masker. Tampak keharuan ini hanya saya rasakan seorang diri, dimana teman-teman seangkatan lain yang berada dalam area yang sama tampak haha hihi dan seolah biasa saja, melihat hal itu tentu saya merasa mungkin ini hal teristimewa untuk saya, dan segala sesuatu menjadi istimewa buat saya ketika apa yang pernah saya bayangkan dapat terwujud. 

     Air mata bahagia yang keluar terlalu sering hadir menggantikan air mata duka. Kalau diingat kembali rasanya tidak percaya semua yang saya alami adalah buah dari semua apa yang pernah saya minta dalam doa. Baik itu terkata maupun di dalam hati. Sebagai contoh ketika saya baru lulus kuliah keguruan melihat alumni kakak angkatan mengenakan seragam pegawai dalam hati saya berkata “Ya Allah saya ingin bisa seperti dia mengabdi untuk negeri menjadi seorang guru”. Atau juga ketika SMA ada teman yang bertanya soal cita-cita saya pun menjawab dengan cukup detil “saya ingin menjadi guru kesenian,” dan itulah yang terjadi di kemudian hari seperti yang sekarang saya jalani dalam kehidupan saya. Tidak hanya itu saja banyak kata yang kemudian menjadi doa baik itu terucap maupun di dalam hati. Kalau dipikir banyak orang yang bercerita tentang hidupnya yang salah tempat. Semisal profesinya bukan bidangnya, tidak pernah bercita-cita menjadi profesi tertentu dan ditempatkan dalam profesi tertentu yang berbeda, atau juga hal-hal lain yang seolah tidak sesuai harapan atau tempat yang seharusnya mereka inginkan. Namun berbeda dengan saya. 

    Kalau saya mengulas kembali dalam kehidupan yang saya alami baik itu semenjak saya sudah dapat mengingat atau pun belum yang saya dapat cerita dari orang lain. Semua rangkaian kehidupan saya tak lepas dari Kehendak Allah SWT dan doa yang terkabul. Sebelum saya menjadi PNS saya pernah mengabdi sebagai guru honorer, diwaktu itu saya selalu berharap dapat diangkat dan Alhamdullilah saya dipercaya untuk menjadi seperti saat ini. Sebelum menjadi guru honorer saya pernah menjadi guru ekstra atau guru les disaat itu saya berdoa saya ingin menjadi guru yang mengabdi di sekolah. Sebelum menjadi guru les, guru honorer dan menjadi seperti sekarang saya pernah bekerja sebagai karyawan di 3 bidang pekerjaan yang telah saya lalui. Seperti karyawan warnet pada masanya, karyawan toko cake and bakery, dan karyawan donuts. 

    Dari beberapa profesi yang saya alami dalam doa saya tetaplah sama yakni menjadi seorang guru. Sampai saya masih ingat ketika saya berprofesi sebagai karyawan donuts ada salah seorang pelanggan yang berkata tanpa saya bercerita tentang apapun “mas tidak ingin mendaftar CPNS?.” “sudah pernah ikut mbak,” jawab saya santai. “dicoba lagi mas jangan patah semangat, saya loh berkali-kali mencoba, Alhamdullilah sekarang sudah PNS,” seraya tersenyum calm meneduhkan mbak pelanggan itu menguraikan kepada saya. “Tapi mbak apakah menjadi PNS itu benar ya harus nyogok?,” tanya saya lugu waktu itu. “Buktinya saya mas murni, yang penting kita ikhtiar dan diniatkan kalau menjadi PNS artinya kita mengabdi untuk negara, hidup kita sudah menjadi kepunyaan negara, dicoba saja, saya doakan semoga mas bisa menjadi seperti saya ya,” mbak itu pun mendoakan seraya mengepalkan tangannya mengajak bersemangat. Padahal saya belum pernah mengenal sebelumnya dengan mbak pelanggan ini saya baru bertemu sekali dan datang memberikan doa serta motivasi, ibarat bidadari yang turun dari surga menyampaikan harapan yang indah. 

    Dari sebelum saya begitu mengenal pelajaran agama tentang keajaiban doa, sejak kecil saya sudah sering berkomunikasi dengan Tuhan baik melalui hati maupun ucapan. Dari situ saya sudah percaya bahwa apa yang kita inginkan dapat terwujud jika kita meminta dan benar-benar membutuhkan. Itulah mengapa kata dapat menjadi doa baik terucap maupun di dalam hati. Ketika saya menjadi guru honorer kesempatan paling saya rindukan adalah waktu menyambut peserta didik berangkat sekolah lewat pintu masuk sekolah dan kita sebagai guru dan pegawai menyambut mereka dengan bersalaman, itulah momentum paling indah untuk berdoa buat saya. Mungkin ini rahasia saya yang saya ungkapkan di tulisan ini, sebelumnya saya belum bercerita kepada banyak orang. Inilah pengalaman terbaik yang terjadi dalam hidup saya percaya tidak percaya. Setiap bersalaman dengan mereka satu per satu anak selain memberikan senyum dan sapa, dalam hati saya berdoa “doakan saya ya bisa mendapatkan yang terbaik menjadi seorang guru,” kurang lebih demikian doa yang saya ucapkan dalam hati di setiap jabat tangan dengan peserta didik. Bahkan ketika tes CPNS setiap bertemu sesama peserta tes saya selalu mengajak untuk saling sama-sama mendoakan tentang apa yang terbaik. Saat itu bermacam-macam yang ditemui ada yang selalu membawa Al-Qur’an dan membacanya sepanjang waktu, ada yang bersaing, ada yang menceritakan perjalanan hidupnya hingga sampai pada tahap mengikuti tes CPNS ini, ada yang diantar keluarganya, ada yang dari luar kota, ada yang seperti saya juga sendirian dan mencari teman baru di lokasi tes. Banyak macamnya yang saya temui, dan menambah pengalaman pastinya. Setiap bertemu teman baru yang ada saling mendoakan dan menyemangati. 

    Sampai pada akhirnya doa itu menjadi kenyataan. Saya ditempatkan di MTs N 1 Yogyakarta menjadi CPNS guru seni budaya. Setelah setahun berjalan Alhamdullilah setelah mengikuti semua persyaratan akhirnya di angkat menjadi PNS. Dalam perjalanannya saya harus mencari jam tambahan di luar untuk memenuhi persyaratan menjadi PNS kebetulan saya kurang jam. Saya pun mencari kesana kemari dan tanpa diduga saya memperoleh lokasi yang tak jauh dari rumah jadi sekarang sampai saya menulis cerita ini saya bekerja di 3 lokasi yang berbeda yaitu MTs N 1 Yogyakarta sebagai satminkal atau tempat tugas induk, dan menyabang di MTs N 3 Sleman dan MTs N 10 Sleman. Lebih mengejutkannya lagi di kedua lokasi tempat saya bekerja tersebut yaitu di MTs N 3 Sleman dan MTs N 10 Sleman ini saya bertemu dengan guru-guru saya dulu. Sebuah keajaiban yang tidak terbayangkan. Tidak cukup satu guru yang saya temui tapi hampir lebih separuh guru saya dulu. Ada guru matematika 2 orang, guru IPA 2 orang, guru IPS 2 orang, guru BK 1 orang, dan pegawai TU 1 orang. Mereka adalah guru dan pegawai semasa saya sekolah, mereka terbagi di 2 lokasi tempat saya menyabang. Mereka masih tampak muda. Sempat di awal-awal kita harus mengingat ulang karena begitu banyak kenangan yang telah kita lalui sehingga sedikit lupa terutama nama, kalau wajah tidak bisa dilupa. Mereka tampak sumringah, gembira, antusias dengan kehadiran saya yang merupakan muridnya yang sekarang sama-sama menjadi guru. 

    Bagi saya mereka tetaplah guru saya sampai kapanpun dan menjadi apapun saya dikemudian hari. Padahal sebelumnya saya selalu berangan-angan ketika melewati depan sekolah diperjalanan saya berangkat kerja hati saya bicara “sekolahku dulu, bagaimana ya dengan guru-guruku di dalam sana,” sembari menatap gerbang sekolah sepintas dan sering karena sekolah itu menjadi jalur yang saya lewati setiap saya berangkat dan pulang kerja. Saya juga sempat bergumam “coba saya di tempatkan di sini (sekolah saya dulu), apakah saya akan bekerja dan bertemu dengan guru-guru saya ya?,” tanya saya waktu itu. Eh ternyata dari angan-angan dan prasangka kita itulah yang Allah wujudkan nyata. Percaya tidak percaya tapi nyata. Saya juga berkesempatan bertemu dengan salah satu guru IPS yang dulu mengajar ekonomi di kelas saya yang sekarang baru saja pensiun. 15 tahun kita tidak pernah bertemu dan ketika bertemu Bu guru tampak awet muda masih sama seperti dulu, mungkin itulah salah satu keberkahan seorang guru karena kesabaran dan konsistensinya dalam mendidik ia diberikan kecerahan berupa awet muda yang memang muncul dari dalam jiwanya. Kesempatan bertemu kembali ini ketika saya ikut dalam keperluan salah satu guru yang bekerja di sekolah almamater saya. Itulah kisah seru menjadi seorang guru dan bertemu dengan guru kita disaat kita telah menjadi guru yang akhirnya murid yang menjadi guru bertemu dan bekerja bersama gurunya yang akan tetap menjadi gurunya sepanjang zaman. Pengalaman indah ini pernah saya ceritakan kepada salah seorang guru yang baru saja pensiun dan ia berkata “tidak ada yang kebetulan, karena Allah lah yang mengatur segalanya.” 

    Saya pun pernah dibilang oleh seseorang ketika apa yang terjadi dalam hidup saya ini sudah direncanakan. Melalui tulisan ini saya ingin bilang kepada orang tersebut “tidak ada yang direncanakan, karena hanya Allah lah yang mampu merencanakan dan mengatur segalanya bukan manusia. Terimakasih guruku. Terimakasih Allah.


JAM BERAPA?