Laman

Ikhsan Hargo Kusumo

Minggu, 06 April 2014

Telepati



Telepati
(untuk dewasa)
Kita mengetahui maksud yang ingin orang sampaikan salah satu bentuknya adalah komunikasi. Kita berbicara, berdialog menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan kepada seseorang. Lalu bagaimanakah jika orang tersebut menyimpannya di dalam hati saja?

Percaya atau tidak jika kita memurnikan hati kita, kita dapat merasakan maksud dari orang lain terhadap kita tanpa ia harus mengutarakannya dalam sebentuk kata-kata yang di lontarkan secara nyata dalam bentuk bahasa komunikasi verbal.

Secara tak sengaja terkadang orang mengutarakan maksud hatinya melalui bentuk-bentuk lain selain bahasa lisan. Misal ia memberikan perhatian yang begitu tulus terhadap kita, memberikan suatu benda, tersenyum, marah, keangkuhan, diam, salah tingkah, ekspresi, sikap, tatapan dan masih banyak lagi. Namun terkadang kita keliru mengartikan maksud ketika ia tak pernah mengatakan maksudnya secara langsung. Makannya ada ijab kabul dalam pernikahan, ada tawar menawar dan ketetapan dalam berdagang supaya jelas maksud dan tujuan.

Nah, tak semua orang peka untuk memahami maksud dari seseorang bahkan seorang pasang jodoh yang Tuhan jodohkan saja yang jelas satu hati satu jiwa masih perlu pemahaman, klarifikasi untuk menyampaikan maksud. Disinilah seninya makna bahasa telepati, kita bicara dari hati, dari hati yang saling terkoneksi dan saya merasakan itu. Meski terkadang saya ragu meyakini maksud itu, tapi saya sadar maksudnya demikian.

Jadi cukuplah kita berbahasa telepati untuk menjaga hati kita yang sama-sama ragu tentang maksud yang sesungguhnya sudah jelas.

Dimana letak keadilan?



Dimana letak keadilan?
(untuk dewasa)
Setelah beberapa bulan buntu alfa dari blog akhirnya untuk yang pertama setelah hengkang mengisi kembali blog ini dengan cerita atau lebih tepatnya suara hati. Setelah mengalami berbagai kejadian, persoalan, dan berbagai pengalaman yang rasanya stag berhenti dari sebuah perubahan yang signifikan akhirnya dari sekian kebingungan yang melanda, inilah cerita dari saya, dari pemikiran saya, dari perasaan saya. 

Setiap orang, setiap pemikiran, setiap manusia dan setiap individu ia punya pandangannya masing-masing dalam melihat, menilai, memahami, mengapresiasi, menyikapi. Saya tidak akan membahasnya apakah itu hak, keyakinan, prinsip dan semacamnya, saya disini hanya ingin mendeklamasikan apa yang ingin saya utarakan itu saja tidak kurang, tidak lebih. 

Setiap kehidupan orang melihat dari berbagai sisi, seperti apapun sisi itu lagi-lagi saya tidak akan memberikan penilaian tentang itu. Saya hanya menekankan bahwa dalam tulisan ini sekali lagi saya hanya ingin berbicara dari sisi saya, yang tentu saja saya tidak harus menghendaki hal ini sesuai dengan apa yang saya sampaikan. Karena letaknya ada di setiap tangan masing-masing penilaian.

Tak ada keadilan yang sejati di dunia ini, inilah dunia. Ketika kita lemah maka dunia memandang kita salah karena kita haruslah kuat. Ketika kita menjadi kuat maka dunia menilai kita janganlah terlalu kuat. Ketika kita sedang-sedang saja maka dunia melihat kita biasa-biasa saja. Itulah keadilan dunia yang ukurannya tak jelas.

Ada pengecualian tentang keadilan adalah kita dibekali nalar dan hak di situlah kita mencari keadilan, memperjuangkan keadilan, dan menuntut keadilan. Karena setiap kita berhak diperlakukan dengan adil.

Zaman perbudakan sudah punah itu menandakan kita sudah merdeka dari penindasan yang artinya kita berhak diperlakukan dengan adil. Namun pada kenyataan perbudakan berevolusi menjadi perbudakan versi baru yang beragam dan bervariasi. 

Jadi, keadilan? Tak ada keadilan di dunia ini. Di dunia ini hanya mengenal keadilan dalam versinya sendiri. Namun alangkah lebih baik adilah terhadap diri kita sendiri untuk bersikap adil dalam mencari keadilan, dan yang paling krusial adalah jangan bersikap tak adil terhadap orang lain dengan alasan apapun, karena itu merupakan ketidakadilan yang tak seadil-adilnya.




JAM BERAPA?