Laman

Ikhsan Hargo Kusumo

Senin, 30 Juli 2012

POHON INSPIRASI


POHON INSPIRASI


Di bulan paling indah dan paling baik dari seribu bulan, jika kita mampu menemukan hari itu dihari ganjil bulan suci ini, disaat sang surya masih tenang dalam peraduannya, dan disaat sejuknya pagi terasa begitu tenteram di sanubari. Tiba-tiba Alloh memberikan Maha Kasih-Nya dipagi hari yang sendu dan penuh dengan rasa sedih dan duka. 

Saat semangatku mulai runtuh memikirkan berbagai masalah yang melanda dalam hidup yang setiap orang pasti tidak akan pernah luput dari yang namanya masalah. Tiba-tiba pohon ajaib di depan rumah memberikan isyarat energi positifnya kepadaku. Seorang kakek tua datang dan mengucapkan permisi dengan penuh kesantunan, dengan suara lirih dan terkadang tersengal dengan batuknya. Dengan memberikan uang yang biasa sebelumnya juga ia berikan, ia memohon ijin untuk memetik daun camcau. Ia selalu terlihat tersenyum ceria, hati pun menjadi damai dibuatnya. 

Wajah dan kerut kulitnya yang sudah sangat tua tidak melunturkan semangatnya untuk mencari nafkah. Ini merupakan kedatangannya yang ketiga kalinya dan yang pertama di bulan suci ini. Aku seolah melihat petuah dihadapanku, aku melihat matahari yang hangat didepan hatiku yang merasa paling gundah dengan berbagai kegagalan yang sebenarnya awal dari keberhasilan. 

Aku merasa tersentil melalui seorang kakek tua yang datang pada pagi hari ini. Aku terenyuh seandainya aku jadi ia, memang harusnya aku lebih bersyukur karena aku masih muda. Aku bercermin dari kehidupan sang kakek. 

Bayanganku menembus kesegala sisi kehidupannya seolah aku mampu untuk menerawang tentang kehidupan sang kakek yang penuh keprihatinan. Dengan sepeda tuanya ia membawa karung gandum dan dengan pakaian sederhananya ia mulai memanjat pohon mangga madu yang berumur tiga tahun dan belum pernah berbuah didepan rumahku. Ia mulai memetik satu demi satu daun camcau (cincau) yang tumbuh merambat dan subur di pohon mangga madu itu. Ia terlihat begitu jeli dan sesekali ia terbatuk karena usianya yang sudah tua. 

Dahan-dahan kecil yang terlihat rapuh mampu menopang tubuh sang kakek, hatiku dibuat cemas karena pohon kecil itu bergoyang seolah akan patah, tapi sang kakek ternyata lebih mampu menguasai keseimbangan dengan baik. Aku hanya bisa menatapnya dari balik jendela sebab takut mengganggu konsentrasinya. 

Aku abadikan potret perjuangannya lewat jendela dengan sembunyi-sembunyi. Sementara ia konsentrasi dengan daun demi daun cincau yang ia petik dan ia kumpulkan pada karung gandum yang ia kapit diantara perut dan dadanya yang kurus. 

Kendaraan di depan jalan aspal berlalu lalang seolah dunia mereka jauh berbeda. Dan akhirnya sang kakek menyelesaikan pekerjaannya lalu ia turun dari pohon dan dengan penuh bijak ia memunguti sehelai demi sehelai daun cancau yang jatuh tak sempat tergapai oleh tangan rentanya. Ia sungguh menghargai helai demi helai daun cancau, karna baginya iatulah rizky yang Alloh titipkan kepadanya. Ia pulang dengan penuh semangat. 

Terimakasih kakek, jangan lupa datang lagi, semoga daun cincaunya semakin banyak seiring pohon mangganya makin tumbuh besar. Amin. Pohon didepan rumahku adalah pohon ajaib yang menginspirasi jiwa dan ragaku. Hikmah dari moment ini adalah ibrah yang mampu membalikkan hati. Bersyukur adalah cara yang mampu membuat kita damai, meski kebahagiaan hakiki hanya dapat kita peroleh di akhirat kelak. Terimakasih ^_^

Foto kakek sedang memetik daun camcau (cincau)


Foto kakek sedang memunguti daun-daun cincau yang tercecer  


Foto kakek dan sepedanya yang setia ^_^






Minggu, 01 Juli 2012

NOSTALGIA YANG TERTINGGAL DI KALIMANTAN BARAT



CINTA YANG PERTAMA DAN MASIH YANG PERTAMA (my humble love)
(the real my story)

Inilah mungkin yang disebut kisah kasih SMA, setelah sekian lamanya akhirnya kenangan tersebut terbuka kembali. Merasakan waktu itu rasanya tidak pernah menyangka didalam hidup ini ada cerita yang seperti itu, dan pemeran utamanya adalah aku sendiri. Aku rasa kenangan itu tetap akan tersimpan selama aku masih hidup dan masih memiliki ingatan juga hati untuk merasakannya. Aku harus bersyukur tentu saja Kepada-Nya Kepada Sang Maha Kasih ALLOH SWT. Untuk mengawali cerita ini saja tidak habis-habisya senyum seringai menggelayuti wajahku. Ya inilah Cinta pertama dan yang pertamakalinya hingga saat ini, rasanya sayang cerita ini hanya kusimpan dalam hatiku sendiri, alangkah lebih baik jika aku buka. Biar pada suatu hari nanti jika aku alzaimar aku akan tetap bisa mengingatnya.

Orang mungkin akan salah paham mengenai maksud kalimat diawal yang menyebutkan kisah kasih di SMA, mungkin ada yang berpikir kisah kasih di SMA otomatis cerita asmara yang umum antara remaja SMA siswa dan siswi seperti cerita Indonesia kebanyakan. Tapi ini beda karna inilah pengalamanku, pangalaman yang memang lain dari pada yang lain. 

Tepatnya tahun 2006 tanggal dan harinya jelas aku sudah tidak ingat pokoknya saat itu aku baru kelas X SMA semester 2 awal. Aku pindah dari kota pelajar menuju kota katulistiwa karena alasan tertentu yang panjang bila diceritakan. Tapi tenang bukan cerita mengapa aku pindah yang akan aku ceritakan, aku lebih tertarik kepada kisah yang membuat aku tersenyum, tersanjung, terkesima sendiri apabila lagi-lagi mengingat pengalaman itu.

Setelah aku pindah dari kota budaya Yogyakarta tercinta, aku tinggal didaerah Bengkayang sebuah Kabupaten yang berada di Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Ditempat ini jangan tanyakan tentang toleransi atau pun perbedaan karena kita tinggal berdampingan dengan berbagai RAS, ada orang Dayak, Melayu, Jawa, juga Tionghoa, begitu pula Agamanya ada Muslim, Katolik, Protestan, Konghucu. Aku melihat itu semua jadi mengingatkan tentang Pancasila, tentang Indonesia, jadi mengapa kita harus memperdebatkan ego atau pun paham karena kita tinggal bersama-sama dan saling menghormati.

Sesampai aku di Bengkayang kebetulan baru merayakan Idul’adha. Di Bengkayang atau di tempat aku tinggal waktu itu Idul’adha dirayakan layaknya seperti lebaran Idul Fitri, jadi ada berkunjung ke rumah-rumah silahturahmi dan tentu saja ada kue dan roti, kue atau roti di sini tidak beli jadi, rata-rata dibuat sendiri, otomatis setiap rumah rasanya khas, tidak ada yang menyamai.

Kebetulan disini aku tinggal dengan istri bapak saya, dan tempat tinggalnya lumayanlah, bahkan ada pembantu yang selalu gonta-ganti, tidak tau juga kenapa harus sering gonta-ganti, mungkin ada alasan tertentu yang aku jelas tidak begitu peduli, karna disini bukan rumah saya. Dan saya memang tinggal dirumah orang lain yang melainkan saya, meski saya tetap menganggap siapapun adalah keluarga toh kita sama-sama manusia, hanya status dunialah yang membuat pandangan kita jadi berbeda.

Kembali ke aku. Justru disinilah kunci ceritanya. Disaat masa remaja yang labil, aku berusaha untuk tetap stabil. Setiap hari aku pulang pergi sekolah dengan mengayuh sepeda butut yang jika dibayangkan saja males. Tapi bukan masalah sepeda namun masalah cerita hari-hariku ditempat ini. Seperti biasa sebelum berangkat aku pamit dan di sekolah aku tentu saja menyimak pelajaran yang disampaikan oleh guru, sembari merasakan menyesuaikan diri pada dunia baru yang unik. Teman-teman sekelas juga beraneka rupa, sifat, bahkan bahasa, ada yang berbahasa Melayu, Cina, Dayak dan untuk menyatukan itu semua cukup dengan berbahasa Indonesia yang khas. Ada sedikit campuran Melayu, Dayak, bahkan aku sendiri masih kental logat Jawanya. Ditempat ini aku mendapatkan teman-teman yang menginspirasi, ada Franra Sae Pudaba yang pendiam dan mempunyai ibu yang sedang terbaring sakit mengidap kanker payudara ia bercerita bahwa namanya memiliki arti yang sangat mendalam yang diberikan oleh orang tuanya. Pudaba adalah Putra Daerah Dayak Bekati kurang lebih begitu (kalau salah maaf ya Fran) . Ada Abus, yang paling pintar dikelas, karena ia selalu juara, dan ia sering menoreh getah untuk mendapatkan uang saku, ada Sansan cewe Tionghoa yang kritis dan sering jalan-jalan bahkan keluar negeri. Dan masih banyak lagi. Begitu pula guru-gurunya, mereka semangat bahkan maaf lebih semangat dari guru di di sekolah saya dulu di Yogyakarta.

Hari-hari seperti itu terus, sepulang sekolah dirumah terkadang hanya ada aku pembantu dan anak-anaknya bapak dari istrinya, atau adik tiri saya. Kami selalu bermain dan aku selalu mengajaknya jalan jalan dilluar rumah untuk menyuapi atau menggendong yang masih kecil dengan selendang tidak ada rasa malu atau apalah karna aku biasa aja, sedang pembantu dirumah sibuk harus membersihkan rumah, mengepel atau menyiapkan hidangan untuk sang majikan yang akan segera pulang. Setiba sang majikan pulang tibalah pula intruksi-intruksi sang majikan. Bosan apabila harus ada cerita ini dalam kisah manisku. Tapi itulah manusia punya cara yang kadang tidak memikirkan terlebih dahulu caranya benar untuk dirinya, tapi apakah benar untuk orang lain.

“Kak Mimi” begitulah aku memanggil nama pramuniaga dirumah ini. Aku tetap menganggap ia sebagai kakak karena ia lebih tua dari aku. Terkadang aku nekat ketika hanya ada aku, adik-adik dan tentu saja kak mimi, aku mengajaknya untuk istirahat bekerja dan berkaraoke ria menggunakan fasilitas yang ada dirumah, ia sering was-was, tapi berusaha kuyakinkan kita juga perlu santai nggak selalu tegang. Ia pun terkadang mengekspresikan dirinya dengan menyanyi malu-malu, meski standart tapi aku tidak menilai bagus tidaknya suaranya aku selalu bilang  “wah bagus banget kak besok lagi ya oke” ha ha... ia pun terlihat senang.

Aku orangnya paling tidak suka dengan yang namanya harus membeda-bedakan dan itu harus ditunjukkan dengan sangat jelas, maka disaat kak mimi sedang bekerja selalu aku ajak bicara sekedar melihatnya, atau membantunya, bahkan menyuci popok sekalipun. Dari situ ia banyak bercerita tentang pengalaman-pengalamannya. Bahkan kita sering kong kalikong untuk membiarkan segala pekerjaan sepeninggalnya sang majikan. Tapi ya biar bagaimanapun kak mimi adalah tetap seorang wanita ia tidak sanggup apabila harus mengerjakan pekerjaan ditambah harus menjadi baby sister, terkadang ia bercerita tentang keletihannya itu, apalagi kerja kerasnya tidak sebanding dengan gajinya. Kebetulan juga ia sedang mendapat musibah kebun jagung orang tuanya terbakar oleh pembakaran lahan liar yang sering terjadi di daerahnya yaitu di Romo. Tidak hanya itu saja calon pendamping hidupnya memutusnya tanpa alasan yang jelas. Semakin lengkaplah derita kak mimi, aku hanya bisa mendengarkan dan tidak bisa membantu apa-apa. 

Akhirnya ia memutusnkan untuk mengundurkan diri. Aku juga merasa kehilangan karna ia sudah ku anggap kakakku sendiri. Sebelum ia pergi ia selalu bicara terhadapku tentang artinya ia ditempat itu ia pun memeluk erak adik-adikku. Ketika ku sedang asik melukis di atas kamar, kebetulan kamarku di loteng, tiba-tiba ia kekamarku dan menyerahkan celana levis, dan kaset karaoke yang ia punya untuk kenang-kenanggan terakhir, ia pun meminta fotoku satu-satunya ketika SMA, akupun menukarnya. Dan perpisahan tersebut diakhiri dengan salam perpisahan yang mengharukan, bahwa ia ingin selalu dikenang dan ia pun akan selalu mengenang tentangku. Ia terlihat sangat sedih, entah karena nasibnya, karena perpisahan kita ataukah keduanya. Hanya dirinya dan Tuhan yang tau.

Tibalah sang pengganti pembantu yang baru setelah beberapa waktu kosong dan rumah berantakan. Jauh berbeda dengan kak mimi, pramuniaga yang ini terlihat sangat bersemangat, polos, dan ekhem... ayu, ya ayu karna lagi-lagi ia orang Jawa. Namanya Yuni, aku memanggilnya “Kak Yuni”. Dia humoris, lucu, dan sangat menghargai orang lain, tidak ada wajah melankolik tersirat di rautnya, yang ada senyuman yang tidak pernah lelah ia pedarkan. Dia tidak sungkan langsung berkenalan dan semenjak itu pun kita langsung saja akrab tanpa harus ada pendekatan atau penyesuaian, orangnya memang humble dan fleksibel.

Aku pun mulai bergairah karena ada kawan baru di rumah rasanya bahagia. Setiap pulang sekolah akupun bersemangat mengayuh sepedaku dengan cepat untuk segera sampai di rumah. Benar saja sesampai dirumah disambut ceria dari kak yuni, menanyakan tentang kegiatan disekolah, dan dengan biasa aku langsung menjaga adik-adikku sedang kak yuni mengerjakan pekerjaan lain, ia pun selalu menyanjungku tentang apa yang kulakukan, aku terpesona hehehe.... Namanya juga kak yuni, ia selalu ingin tau tentang kegiatan apa yang aku lalukan. Disaat aku menggambar ia menghampiri, disaat aku menulis ia bertanya, ia selalu perhatian. Aku pun bertanya-tanya kenapa ia terlihat masih sangat muda namun bekerja menjadi pembantu dirumahku, ternyata ia baru saja lulus dari SMA Sanggau ledo. Ia bercerita di SMA tersebut hampir 100% siswanya tidak lulus jadi ia beruntung sekali. Kitapun menjadi sangat dekat.

Tiba-tiba tiada petir tiada badai ia memutuskan mengundurkan diri, alasannya nyleneh ia ngeri melihat wajah bapakku yang sangar dan matanya yang merah seperti api. Seketika itu pun aku kaget seperti petir di siang bolong. Akhirnya ia pun kuberikan kamus ciptaanku sendiri dikamus tersebut ada huruf-huruf yang kita sudah belajar sebelumnya memang kamus itu aku ciptakan sejak lama, q memang suka membuat sesuatu yang nyeni. Huruf huruf itu Cuma kita yang tau, perumpamaannya huruf-huruf tersebut seperti huruf sandi jadi yang tau hanya yang mengerti. Ia pun pamit begitu saja, tapi ia tidak bersedih sedikit pun justru ia terlihat sangat bahagia, aku pun jadi bahagia melepasnya. 

Hari-hariku sunyi, sepi sepulang sekolah pun tidak ada yang mampu menghiburku, rasanya setiap sudut ruangan mengingatkan tentang ia, senyumannya, tawa dan perhatiannya. Bahkan wajahnya yang baik, yang ayu tak sanggup menghilangkannya dari ingatanku. Diatas loteng ku hanya menatap bintang-bintang dan merasakan dinginya malam yang menyedihkan. 
Setelah itu datanglah pengganti yang baru, dan sangat mengecewakan orangnya tua, tapi belum pernah menikah aku memanggilnya acik, karena dia orang melayu dan sudah seumuran nenekku. Kita sering tidak nyambung jika berkomunikasi, dan ia pun tidak mengerti bahasa Indonesia, yang ia tau hanyalah bahasa melayu, sedangku juga tidak begitu paham bahasa melayu.

Hari-hariku pun menjenuhkan, setiap hari sama, aku mengasuh kedua adikku dan hanya mereka yang mampu menghiburku. Sampai pada akupun mengundurkan diri tinggal bersama majikan-majikan tersebut tanpa ijin. Aku memutuskan dengan berbagai pertimbangan yang pelik dan lagi-lagi panjang ceritanya tapi bukan itu yang akan aku ceritakan. 

Saat-saat terakhirku di Kalimantan ketika kenaikan kelas berlangsung tiba-tiba dijendela kantor kepala sekolah ada sepucuk surat. Aku pun bingung darimanakah gerangan? tapi yang jelas surat tersebut untukku. Bukan dari keluarga dijogja melainkan dari kak yuni, aku pun segera tak sabar untuk membuka dan membacanya, tapi harus menunggu waktu pulang sekolah karna jika teman-teman tau aku malu. Kubuka pelan-pelan surat yang terbungkus rapi dan tertempel perangko dari kantor pos tersebut. Benar saja kak yuni memang selalu menaburkan kebahagiaan bagi siapapun yang pernah mengenalnya. Aku tersenyum, tergelitik sekaligus tertegun, surat tersebut berhurufkan tulisan yang hanya kita berdua yang tau, tulisan ciptaanku, ia menulisnya sangat indah, namun dengan segala kerendahan hatinya ia merasa kurang baik menuliskan huruf kita berdua ini. Disurat tersebut seolah mewakili keberadaannya seolah ia berada didekatku, disampingku dan tersenyum lebar bersama. Ia menanyakan kabarku, keadaanku, dan begitu sebaliknya ia menceritakan hari-harinya selepas mengundurkan diri.

Dan surat betuliskan huruf rahasia yang hanya kami yang bisa membacanya ini adalah pertemuan kita yang terakhir sampai sekarang. Karna selepas kejadian itu aku sudah di Yogyakarta hingga kini. Sayang surat tersebut hilang, padahal itu adalah kenangan terakhirku bersamanya.

Dalam pertemuan dan perpisahan kita, kita tidak pernah mengutarakan “aku cinta padamu”, “aku tresno marang koe” saranghamida” dan semacamnya tapi kita dan aku percaya hati kita sudah berbahasa. Sebenarnya huruf tersebut aku ciptakan juga untuk menghindari apabila surat tersebut sampai ketangan yang salah seperti bapakku. Kita sepakat setiap mendapatkan surat satu sama lain langsung sesudah kita baca maka kita bakar, supaya tidak meninggalkan jejak. Tapi surat pertama dan terakhir merupakan cinta pertama dan terakhir sampai sekarang, semoga cinta ini tidak hilang seperti surat dan dirimu kak yuni. Ada pepatah yang mengatakan cinta tak harus memiliki, maka aku pun tidak harus memiliki kak yuni, semoga kak yuni tetap bahagia di Kalimantan dan mendapatkan pendamping yang mampu menyayangi kak yuni, seperti kak yuni yang penyayang. Terimakasih atas kasih dan sayangmu, akan aku simpan seumur hidupku. Salam bahagia. ^_^
TAMAT

FOTO MASA ITU


JAM BERAPA?