Laman

Ikhsan Hargo Kusumo

Minggu, 12 Oktober 2014

ANALOGI HUJAN



ANALOGI HUJAN

Meski saya bukanlah orang filsafat, saya akan tetap berfilosofi sesuka, semau hati saya.

Hujan merupakan diksi sekaligus kenangan paling abadi yang tersimpan di dalam atmosfer bumi bersama kehidupan bumi itu sendiri. Hujan hadir tak serta-merta langsung muncul begitu saja dalam sebentuk air. Ada proses panjang terbentuknya hujan hingga kita bisa menikmatinya dengan begitu segar menyejukkan.

Kita mengetahui hujan bermula dari air laut yang naik ke angkasa menjadi butir-butir air di langit yang berkumpul dalam sebentuk awan. Awan dibawa oleh angin. Awan akan jatuh ke bumi ketika butir-butir air berkumpul menjadi banyak dan semakin berat. Akhirnya awan jatuh dalam sebentuk hujan. Siapakah yang mampu mengatur-Nya sedemikian rupa. Dialah Tuhan

Andaikan hujan adalah kehidupan, ia mewakili kehidupan. Dimana hidup adalah proses, adalah nikmat dibalik hikmat, adalah rangkaian mata rangkai yang tak mungkin lepas satu sama lain. Sebab hidup adalah rantai yang terangkai dari susunan tahap per tahap. Sebab hidup adalah hujan itu sendiri.

SALAM PENGGEMAR HUJAN

MELIHAT, MENDENGAR, MERASA



MELIHAT, MENDENGAR, MERASA
(Dewasa)

Akhir musim kemarau panjang ini, merupakan awal hujan yang sangat dinantikan. Telah banyak kisah hidup ini, baik-buruk sudah dilalui dengan berbagai cerita dibalik maknanya. 

Ibarat menyaksikan sebuah pergelaran drama Dari Tuhan, hal itulah yang akan saya ceritakan. Menyaksikan opera kehidupan yang tersaji sempurna dalam frame kacamata hati bagi rasa, mata mengamati, dan dengan telinga menyimak.

Pertama, saya menyaksikan kisah dari kehidupan seorang teman dari keluarganya. Seperti paradox kehidupan itulah yang saya maknai dari kisahnya ini. Dalam keluarganya yang kental sekali akan ajaran agama yang taat, dibuktikan dengan pendidikan berbasis agama yang dikenyam oleh anak-anak dari keluarga ini. Bahkan ayahnnya merupakan pengutbah rohani di mimbar. Tiba-tiba salah satu anak dari keluarga tersebut menyimpang dari aturan yang sudah terbentuk kental akan agama yang mereka pegang teguh. Anak tersebut “menghamili” sebelum menikah. Sontak tak percaya tapi nyata. Lahirlah anak kecil tanpa dosa dari buah perbuatan haram dari orangtuanya. Tanpa bermaksud “sok suci” saya hanya berusaha menyampaikan dengan gaya saya.

Setelah kejadian tersebut banyak perubahan yang saya rasakan dari keluarga ini khususnya teman saya tersebut. Mereka terasa lebih dingin tak seramah dahulu kala. Hal ini membuat hati saya terenyuh, segala upaya yang bisa saya lakukan seolah tak membuat pandangan mereka, seolah terusik, terganggu dan merubah pandangan saya bahwa mungkin itulah sikap mereka. Saya pun tak akan ikut campur. Tapi jujur saya ada sedikit merasa iba sekaligus sangat disayangkan tak seharusnya mereka harus merubah sikap mereka. Tapi inilah salah satu bentuk cerita Dari Tuhan yang saya hanya bisa menyaksikan dengan bijak "idealnya".

Cerita selanjutnya tentang seorang anak manusia lugu, nalar, dan cerdas dengan kisah cintanya yang memilukan. Ia datang dari jauh-jauh Jakarta ke Jogjakarta. Ia berangkat menggunakan kereta  hanya berbekal hati dan jiwanya yang besar. Ia akan menemui mantan kekasihnya kala berkuliah di Jogjakarta, hingga kini ia tetap setia dengan kelajangannya karna baginya hanya mantan kekasihnyalah yang pertama dan masih yang pertama hingga kini, -entah kedepan- yang pasti ia meyakini jodoh sudah ada Yang Mengatur, -jodoh tak lari kemana-. Sebenarnya apa yang ia cari, yang ia kunjungi sehingga ia sedari pagi buta menyempatkan datang ke Jogjakarta?... adalah menghadiri undangan pernikahan sang mantan kekasihnya. Bayangkan bagaimana seharusnya perasaannya. Namun di luar sangkaan kita ia terlihat tegar dan semangat tanpa ada raut kesedihan. Inilah Kisah Drama Yang Tuhan tunjukkan kepada saya.

Dan yang terakhir kisah tentang orang-orang beruntung yang bahagia dikaruniai rezeki halal dan cukup, suami dan istri yang penyayang, dan anak-anak yang sholeh dan sholehah, mereka sederhana dalam kekayaan yang Dipercayakan kepada mereka, mereka ramah dan santun dalam kehormatannya, mereka berjuang dan gigih dalam cita dan asa, mereka bekerja keras penuh tanggung jawab dalam kepemimpinannya.

Merekalah semua teman-teman, saudara dan orang-orang yang menjadi manusia yang memahami bahwa segala kehidupan cerita dalam kehidupan ini, entah dalam bentuk baik dan buruk dalam pandangan manusia. Mereka menerima dengan tetap berusaha memperbaiki diri tanpa berhenti. Sebab ujian, cobaan Yang Tuhan titipkan bukan untuk kita keluhkan, bukan untuk kita dendamkan. Dalam dualisme ujian Tuhan melihatkan kepada kita tentang sandiwara kehidupan. Ada yang di uji dalam bentuk kebahagiaan, ada pula yang di uji dalam bentuk kesedihan. Kesemuanya bermuara pada satu sumber. Ingatkah kita akan Kasih, Sayang-Nya?... Ia lah Yang Maha Besar, Maha Kasih, dan Maha SEGALANYA.



Rabu, 17 September 2014

MEMOAR YANG TERKENANG BERSAMA KOL TUYUL


Bulan September tanggal 18 tahun 2014 ini Jogjakarta terasa panas dan gersang, dan benar saja memang sudah dibelahan bagian daerah Jogja ada yang mengalami kekeringan dan krisis air. Menurut berita yang saya dengar baik lewat radio maupun pembicaraan diantara keluarga memang betul disebagian daerah Jogja seperti Gunung Kidul, Kulonprogo mengalami kesusahan mendapatkan air bersih disebabkan sumur-sumur mereka kering (asat) di tahun ini. Betapa bisa kita rasakan gersangnya bulan ini di Jogjakarta kita tercinta. Lebih dilematis lagi dimusim kemarau yang panas dan kering berdebu ditambah susah memperoleh air, di beberapa daerah di Jogja, lebih tepatnya di Gunung Kidul warga rela membeli 1 tangki air dengan harga 100ribu rupiah dengan cara menjual gaplek (singkong yang dikeringkan, merupakan makanan pokok seperti pengganti beras di Gunung Kidul). Sebanyak 1 kwintal bahkan diberita radio disebutkan ada yang sampai mau jual ternak kambing untuk membeli air, ya kita hanya bisa berharap semoga musim segera berganti, hujan segera turun membasahi bumi sekaligus jiwa-jiwa yang gersang yang haus akan keteduhan.

Sudah panas terasa komplit ketika berhadapan langsung dengan jalan menuju pusat-pusat kota Jogjakarta. Apakah itu? Ya, kepadatan lalu lintas, polusi, dan tentu saja bergelut emosi dalam diri dan kita tau itu sempat terekspos dengan tragedi mahasiswi berpendidikan tinggi yang ternyata emosinya tak selaras dengan edukasinya. Gara-garanya antri bensin langka, ketika itu pertamina membatasi pasokan BBM yang dilanda hampir di seluruh Indonesia tak terkecuali Jogja…. Ada-ada saja wanita komedi ini yang sempat mematik kehebohan dunia maya sosial bahkan merembet ke ranah yang lebih luas yaitu buah bibir dan pemerintah Jogja. Benar-benar heboh waktu itu. Betapa tidak, ketika itu saya sendiri juga mengalami hal serupa yaitu antri bensin di salah satu POM bensin yang tak jauh dari POM bensin TKP, saya di Jakal km 5 dan TKP di POM Lempuyangan. Mungkin mahasiswi terdidik yang bahkan jurusan sadar hukum ini tak perlu mengantri lama-lama karena itu hanya menyita waktunya, tapi saya antri dari jam 9 pagi sampai jam 2 siang waktu itu, saya juga menjumpai kisah-kisah unik ketika mengantri. Ada ibu hamil 8 bulan yang dengan anggun, tertip dan ramah ikut mengantri. Ia gagal memeriksakan kandungannya ke Puskesmas disebabkan motor yang ia kendarai habis bensin. Ada juga mahasiswi yang rela bolos kuliah, ada juga mahasiswi yang secara kebetulan bertemu dosennya sama-sama mengantri, ada juga yang dengan penuh kepercayaan diri rela untuk menitipkan motor, uang, dan kunci motor karena mau ditinggal cari makan khawatir disaat ditinggal mencari makan bensinnya sudah tiba. Ada juga 2 orang lelaki remaja heboh entah saudara, teman, atau apa, sangat atraktif dan penuh gaya ala-ala alay tak henti-hentinya berdecak tawa meriah, tak  ketinggalan karyawan POM bensinnya juga tak kalah berpartisipasi dalam kemajuan zaman dengan sesekali terlihat mengabadikan momen antrian ketika itu dengan smartphonenya, dan masih banyak lagi.

Memang betul terkadang tuntutan zaman dan tuntutan social membuat hal yang sebenarnya sederhana itu dirasa dilematis, sulit dan komplikasi. Contoh kita bisa fokus saja pada satu “TRANSPORTASI”. Anak sekolah yang sejatinya belum berhak mengendarai motor harus berangkat ke sekolah menggunakan motor dengan berbagai alas an dan pertimbangan yang jika didengar masuk akal sekaligus dilematis. Bahkan seperti saya saja contohnya, mengkritisi soal kendaraan motor dan mobil, saya sendiri saja memakainya, kan gitu. Betapa lengkap sudah bukan? Komplikasi dan dilematisnya.

Lanjut. Keadaan seperti itu kemudian mengulik memori kenangan masa lalu yang kalau dibandingkan dengan sekarang masa itu lebih adem bawaannya. Hal itu kemudian mengulik perasaan rindu di dalam hati saya atau malah bahkan mungkin ada yang serasa dengan saya.
Tepatnya kurang lebih ditahun 2002-an sampai sebelum itu dan masih sampai 2004-an akhir mungkin kita tak menjumpai hal serupa pada masa itu di Jogja sekarang. Namanya adalah kami menyebutnya kol kuning, bis tuyul, atau kol tuyul. Dia merupakan sahabat paling lucu dan sangat membantu sekali perjalanan kami ketika itu, karena dia merupakan alat transportasi umum yang beroperasi sampai pelosok-pelosok dusun yang ada jalan aspalnya yang merupakan jalur rute si bis tuyul ini.
Dulu ketika libur ingin jalan-jalan refreshing menjelajah Jogja cukup dengan bangun pagi, siap-siap sudah mandi, sarapan, bawa bekal, dan uang saku sekedarnya nunggu di depan rumah di pinggir jalan, nunggu siapa?... Nunggu si bis tuyul yang warnanya kuning dan ada nomornya atau angka di kaca depannya. Untuk ke Prambanan cukup pakai dua rute atau satu kali ganti bis tuyul. Begitupun jika ingin ke Malioboro, Gembiraloka, Monjali (Monumen Jogja Kembali) dll. Bedanya mungkin kalau sudah sampai tujuan kota seperti Malioboro sekitarnya nanti disambung dengan bus yang besar. Jadi tugas bis tuyul ini hanya di rute-rute pedesaan dusun mengitari pelosok-pelosok untuk mengajak ke sekolah, ke pasar, dan jalan-jalan ke kota dengan pergantian ke bus yang lebih gede ukurannya.

Itulah kenangan bersama bis tuyul, mengingatnya membuat rasa ingin kembali kemasa itu. Tapi sayang masa itu terlewati begitu saja dengan singkat. Padahal banyak hal positif yang kalau ditinjau dengan fenomena transportasi saat ini, bis tuyul bisa menjadikan alternative solusi kepadatan dan polusi yang diakibatkan oleh banyaknya kendaraan bermotor dan mobil yang semakin berlimpah. Ya, kita hanya bisa berharap semoga pemerintah terkait dan masyarakatnya sendiri peka dan saling memberikan solusi terbaik yang tepat untuk Jogjakarta tercinta kita ini. Amin. Be positif thinking
Kembali ke si lucu kol tuyul, ketika itu saya untungnya sempat menikmati berteman akrap dengan kol tuyul meski kita hanya berteman akrab cukup singkat. Diwaktu SMP saya sempat pulang sekolah bersama kol tuyul hanya dengan seribu rupiah dengan uang receh koin sudah diantarkan sampai rumah dengan aman, nyaman. Menjelang Mts dan SMA akhirnya kol tuyul tiada hingga kini belum ada yang bisa menggantikannya, meski TransJogja lahir beberapa tahun kemudian namun sayang hanya kalangan dekat kota dan jalan raya saja yang mampu menikmatinya.
Kini di dusun-dusun justru muncul trend “CINTA PANTAT BERASAB”. Dimana orang-orang tertentu yang justru biasanya kalangan ekonomi minim berlomba-lomba beli atau kredit motor demi menggaet cinta. Yang tak mampu memperoleh motor cukup jual diri demi gengsi, keadaan mereka yang mempunyai selera hidup tertentu, menuntut mereka menggaet/mencari/memburu pasangan idamannya yang punya motor hanya demi kilau sang motor yang membelalak pandangan mereka. Pada akhirnya di dusun polusi suara motor menjadi hidangan sehari-hari bahkan melunturkan suara alam dari pepohonan, burung, dan udara pedesaan yang teduh lagi tenang.
Itulah sekelumit kenanganku bersama kol tuyul si mobil mungil berwarna kuning yang setia menjemput penumpang-penumpang menuju tempat tujuan diwaktu itu. Mungkinkah kol tuyul dapat hidup kembali?

Minggu, 06 April 2014

Telepati



Telepati
(untuk dewasa)
Kita mengetahui maksud yang ingin orang sampaikan salah satu bentuknya adalah komunikasi. Kita berbicara, berdialog menyampaikan apa yang ingin kita sampaikan kepada seseorang. Lalu bagaimanakah jika orang tersebut menyimpannya di dalam hati saja?

Percaya atau tidak jika kita memurnikan hati kita, kita dapat merasakan maksud dari orang lain terhadap kita tanpa ia harus mengutarakannya dalam sebentuk kata-kata yang di lontarkan secara nyata dalam bentuk bahasa komunikasi verbal.

Secara tak sengaja terkadang orang mengutarakan maksud hatinya melalui bentuk-bentuk lain selain bahasa lisan. Misal ia memberikan perhatian yang begitu tulus terhadap kita, memberikan suatu benda, tersenyum, marah, keangkuhan, diam, salah tingkah, ekspresi, sikap, tatapan dan masih banyak lagi. Namun terkadang kita keliru mengartikan maksud ketika ia tak pernah mengatakan maksudnya secara langsung. Makannya ada ijab kabul dalam pernikahan, ada tawar menawar dan ketetapan dalam berdagang supaya jelas maksud dan tujuan.

Nah, tak semua orang peka untuk memahami maksud dari seseorang bahkan seorang pasang jodoh yang Tuhan jodohkan saja yang jelas satu hati satu jiwa masih perlu pemahaman, klarifikasi untuk menyampaikan maksud. Disinilah seninya makna bahasa telepati, kita bicara dari hati, dari hati yang saling terkoneksi dan saya merasakan itu. Meski terkadang saya ragu meyakini maksud itu, tapi saya sadar maksudnya demikian.

Jadi cukuplah kita berbahasa telepati untuk menjaga hati kita yang sama-sama ragu tentang maksud yang sesungguhnya sudah jelas.

Dimana letak keadilan?



Dimana letak keadilan?
(untuk dewasa)
Setelah beberapa bulan buntu alfa dari blog akhirnya untuk yang pertama setelah hengkang mengisi kembali blog ini dengan cerita atau lebih tepatnya suara hati. Setelah mengalami berbagai kejadian, persoalan, dan berbagai pengalaman yang rasanya stag berhenti dari sebuah perubahan yang signifikan akhirnya dari sekian kebingungan yang melanda, inilah cerita dari saya, dari pemikiran saya, dari perasaan saya. 

Setiap orang, setiap pemikiran, setiap manusia dan setiap individu ia punya pandangannya masing-masing dalam melihat, menilai, memahami, mengapresiasi, menyikapi. Saya tidak akan membahasnya apakah itu hak, keyakinan, prinsip dan semacamnya, saya disini hanya ingin mendeklamasikan apa yang ingin saya utarakan itu saja tidak kurang, tidak lebih. 

Setiap kehidupan orang melihat dari berbagai sisi, seperti apapun sisi itu lagi-lagi saya tidak akan memberikan penilaian tentang itu. Saya hanya menekankan bahwa dalam tulisan ini sekali lagi saya hanya ingin berbicara dari sisi saya, yang tentu saja saya tidak harus menghendaki hal ini sesuai dengan apa yang saya sampaikan. Karena letaknya ada di setiap tangan masing-masing penilaian.

Tak ada keadilan yang sejati di dunia ini, inilah dunia. Ketika kita lemah maka dunia memandang kita salah karena kita haruslah kuat. Ketika kita menjadi kuat maka dunia menilai kita janganlah terlalu kuat. Ketika kita sedang-sedang saja maka dunia melihat kita biasa-biasa saja. Itulah keadilan dunia yang ukurannya tak jelas.

Ada pengecualian tentang keadilan adalah kita dibekali nalar dan hak di situlah kita mencari keadilan, memperjuangkan keadilan, dan menuntut keadilan. Karena setiap kita berhak diperlakukan dengan adil.

Zaman perbudakan sudah punah itu menandakan kita sudah merdeka dari penindasan yang artinya kita berhak diperlakukan dengan adil. Namun pada kenyataan perbudakan berevolusi menjadi perbudakan versi baru yang beragam dan bervariasi. 

Jadi, keadilan? Tak ada keadilan di dunia ini. Di dunia ini hanya mengenal keadilan dalam versinya sendiri. Namun alangkah lebih baik adilah terhadap diri kita sendiri untuk bersikap adil dalam mencari keadilan, dan yang paling krusial adalah jangan bersikap tak adil terhadap orang lain dengan alasan apapun, karena itu merupakan ketidakadilan yang tak seadil-adilnya.




JAM BERAPA?