Laman

Ikhsan Hargo Kusumo

Selasa, 24 Oktober 2017

A NEW ALIEN PLACE FILLED WITH SOMETHING NEW AND DIFFERENT


Terdampar di Kota Telur Asin dan Bawang Merah

Masih melekat di ingatan tertanggal 17 Juli 2017 adalah awal cerita saya berada di kota yang sudah tidak asing -terkenal- akan telur asin dan bawang merahnya. Dengan segala kesombongan saya, saya berusaha memepertahankan prinsip saya, harus hati-hati di tempat asing ini, itu saya pegang dengan kuatnya. Namun sedari awal saya sudah merasakan semenjak dari stasiun yogyakarta menuju daerah ini, ada perasaan yang seperti bersahabat, ibarat bertemu dengan keluarga cemara. Decak perasaan ceria, lucu, unik semua bercampur manis dalam balutan senyum seringai saya. Meski saya pernah mempunyai kawan dengan logat beraneka rupa termasuk ngapak, namun terjun langsung di tempat aslinya serasa bagaikan pemandangan baru yang menggelitik hati. Sampai di stasiun purwokerto sudah terasa betapa mereka mempunyai ciri khas budaya sendiri meski kita serumpun se pulau.

Ketika itu saya belum tahu alur jalur kereta menuju tempat ini, saya kira kabupaten ini lokasinya berdekatan ternyata antar kecamatan jaraknya hampir sama seperti jarak antar kabupaten di yogyakarta. Pada saat itu saya turun dari stasiun Bumiayu tempat sahabat saya yang pernah hilang yang saya ceritakan di blog ini beberapa tahun yang lalu. Saya sempat tinggal sebentar di tempatnya dan benar dia sudah memiliki hidup yang jauh berbeda ketimbang saya, dia sudah berumah tangga, menjadi seorang guru dan memiliki putri yang cantik dan sangat ia sayangi. Berkat sahabat saya inilah saya mendapatkan informasi mengenai lowongan di sekolah yang akan menjadi tempat saya berlabuh untuk mengabdi sebagai seorang guru.

Hari dimana saya masuk pertama di sekolah ini sambutan ramah dari salah seorang guru  membuat saya yakin untuk memutuskan sekolah ini adalah tempat yang tepat. Benar saja beberapa hari saya mulai berkegiatan di sekolah ini saya menemukan orang-orang dengan pribadi yang penuh sambutan, ramah tamah dan kekeluargaan. Walaupun tak luput sempat ada cerita mengenai orang yang kurang begitu menghargai saya dengan memperlakukan saya dengan penuh kemunafikan, tapi itu berlangsung hanya sebagai selingan dan sudah lepas dari belenggu itu.  

Di sekolah ini saya menemukan orang muda yang berdedikasi, dan mengabdi seperti saya-tapi mereka justru lebih muda usianya daripada saya- dengan penuh ketulusan, kejujuran, dan keikhlasan. Dari hal tersebut saya merasa salut terhadap mereka. Mereka menyambut saya sebagai bagian dari mereka, saya adalah orang asing yang terasing yang selalu menyebut kata “yogyakarta” dalam membandingkan budaya di tempat ini yang barangkali menyinggung mereka tanpa disadari, ternyata saya menyadari secara tak sengaja terkadang kita selalu membawa nama latar belakang kita kemana-mana, itulah mengapa ada pepatah yang mengatakan “dimana kaki berpijak di situ lagit di jinjing” supaya kita tak terlalu membawa-bawa asal kita.

Pengalaman mengajar saya sebagai seorang guru adalah di saat PPL dan mengajar ekstra saja untuk menjadi guru yang benar-benar seorang guru baru kali ini. Rasa syukur tentu seharusnya saya ucapkan kepada Sang Maha Pencipta, karena kesempatan inilah yang pernah saya idamkan.

Wajah-wajah baru, senyum-senyum baru, lesung pipit, bahasa, logat, nada bicara yang indah. Murid-murid yang lugu, yang berjuang, yang belajar. Makanan yang enak di lidah. Terimakasih kawan-kawan baru, teman-teman kecil, Brebes. Semoga kita mengukir kenangan yang manis, yang bermanfaat, yang baik dan happy ending. Aamiiin


SELAMAT DATANG, TERIMAKASIH ATAS PENERIMAAN, SAMBUTAN DAN MENJADIKAN SAYA MENJADI SALAH SATU BAGIAN DIANTARA KALIAN.






JAM BERAPA?